picture

Tentang Hadits “Agama Adalah Nasihat”

عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
GemaDakwah - Artinya: Dari Tamim ad-dari bahwa Nabi SAW bersabda:” ad-Din adalah nasihat”. Kami berkata untuk siapa? Rasul menjawab:” Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, untuk pemimpin Islam dan umatnya” (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai’i)
Keutamaan Hadits
Hadits ini termasuk salah satu hadits yang dimuat dalam kumpulan 40 Hadits Imam An-Nawawi, yang berarti termasuk hadits dari pokok-pokok Islam yang penting. Berkata Al-Hafizh Abu Nu’aim:”Hadits ini mencakup masalah yang besar”. Berkata Muhammad bin Aslam Ath-Thusi:” Hadits ini merupakan seperempat bagian dari agama”. Berkata Ibnu Rajab:”Fiqih berputar pada lima hadits….di antaranya hadits nasihat ini”. Berkata Mukhidin bin Al-Arabi:” Tidak ada kesempurnaan akhlaq yang lebih teliti, jeli dan agung melebihi nasihat”. Nash-Nash yang Terkait dengan Hadits ini. Allah SWT berfirman: “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS At-Taubah 91)
Hadits Rasulullah SAW: “Siapa yang tidak memperhatikan urusan umat Islam maka bukan termasuk mereka. Dan siapa yang pagi dan siangnya tidak menyampaikan nasihat kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, imam dan umumnya umat Islam maka bukan termasuk mereka” (HR At-Tabrani) “Allah Ta’ala berfirman (dalam Hadits Qudsi): Ibadah hamba-Ku kepada-Ku yang paling aku cintai adalah memberi nasihat kepada-Ku (HR Ahmad, berkata Zainul Huffadz: Sanadnya dhaif).
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya ridha untukmu tiga hal, dan juga benci bagimu tiga hal: Ridha untukmu jika menyembahnya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh pada tali Allah dan tidak berselisih, dan saling nasihat menasihati terhadap orang yang Allah beri kedudukan memerintah urusanmu. Dan Allah membenci, ungkapan katanya, banyak tanya dan menyia-nyiakan harta” (HR Muslim).
Dari Jarir berkata:” saya membai’at Rasulullah SAW untuk menegakkan shalat, membayar zakat dan memberi nasihat pada setiap muslim.” (HR Bukhari dan Muslim) Memberi Nasihat adalah Aktivitas Para Nabi. Allah SWT berfirman tentang nabi Nuh as. Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”. “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS Al-A’raaf 61-62). Firman Allah tentang nabi Hud as:
Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu” (QS Al-A’raaf 67- 68). Firman Allah tentang nabi Shalih AS: Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat” (QS Al-A’raaf 79). Firman Allah tentang nabi Syua’ib as:
Maka Syu`aib meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (QS Al-A’raaf 93).
Makna Nasihat
Nasihat secara bahasa dari kata ‘nash’ yang berarti khalus, bersih atau murni, lawan dari curang atau kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan harus jauh dari kecurangan dan motivasi kotor. Sedangkan secara istilah, sebuah kata yang mengungkapkan kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat. Berkata Ibnu Shalah: Nasihat adalah kata-kata yang mencakup aktivitas seorang nasih kepada yang diberi nasihat dalam bentuk iradah (tekad) dan perbuatan. Disebutkan ‘nashaha tsaub’ artinya menjahit baju, seolah orang memberi nasihat seperti orang yang menjahit lubang-lubang yang ada baju.
Nasihat kepada Allah berarti mentauhidkan Allah, menyifati-Nya dengan sifat Kamal dan Jalal, dan mensucikan-Nya dari segala kemusyrikan. Ikhlas kepada Allah dalam beramal, menjauhi kemaksiatan, mentaati dan mencintai-Nya dan berjihad terhadap orang-orang yang mengingkari-Nya. Nasihat kepada Rasul SAW dengan cara mengimani Rasul SAW dan segala yang datang darinya. Mencintai, menghormati, menghidupkan sunnahnya, menyebarkan ilmunya. Mencintai orang yang mencintainya, membenci dan memerangi orang yang membenci dan memeranginya, mencontoh akhlaqnya, mengikuti adabnya dan mencintai keluarga dan sahabatnya.
Nasihat kepada Pemimpin Umat Islam dengan cara membantunya dalam kebenaran dan mentaatinya. Mengingatkan dan menyadarkan jika lalai dan salah dengan penuh kelembutan dan penghormatan. Mendoakan untuk kebaikan pemimpin-pemimpin umat Islam. Nasihat kepada umat Islam dengan mengajarkan mereka kepada ajaran Islam dan membimbingnya. Menutupi aib umat Islam, mencintai mereka sebagaimana mencintai dirinya, membenci bagi mereka apa yang dibenci dirinya dari keburukan dan mendoakan untuk kebaikan mereka di dunia dan akhirat. Dan di antara bentuk nasihat kepada umat Islam juga menyingkirkan segala sesuatu yang membahayakan umat Islam. Mengutamakan yang fakir, mengajari yang belum tahu ajaran Islam, menyadarkan kesalahannya dengan penuh kelembutan dan menolong mereka dalam kebaikan dan takwa.
Jika melihat makna dan ruang lingkup nasihat maka semua orang membutuhkan nasihat, baik menerima nasihat atau memberi nasihat. Karena nasihat merupakan aktivitas penyadaran atas kelalaian manusia dan penyempurnaan akan kekurangan-kekurangannya. Dan orang yang menolak nasihat dan marah jika dinasihati, mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan, tidak ingin maju, tertipu dan sombong. Dan salah satu bentuk nasihat yang harus diutamakan adalah memberi nasihat kepada yang memintanya. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika salah seorang saudaramu minta nasihat maka berilah nasihat dan mudahkanlah dalam memberi”(HR Bukhari)
Nasihat adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam karena kehidupan umat dibangun atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong menolong. Maka nasihat adalah bentuk kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong. Walaupun begitu nasihat harus dilakukan dengan penuh ikhlas sesuai dengan makna nasihat tersebut. Lebih dari itu nasihat akan sampai pada sasaran jika dilakukan dengan adab yang baik, yaitu dengan cara menyampaikannya dengan penuh kelembutan dan kecintaan. Jika sesuatu yang disampaikan terkait dengan aib dirinya maka penyampaiannya harus secara rahasia. Kecuali yang bersangkutan memang melakukannya dengan terang-terangan dan terbuka.
Keutamaan Menyampaikan Nasihat
Nasihat adalah aktivitas para nabi sesuai dengan ayat-ayat di atas. Tidaklah perbuatan yang dilakukan para nabi kecuali perbuatan utama. Nasihat juga merupakan pilar Islam yang paling pokok. Berkata Abu Bakar Al-Muzani:” Kelebihan Abu Bakar RA atas sahabat yang lain bukan pada saum dan shalatnya tetapi pada sesuatu yang ada pada hatinya yaitu mencintai karena Allah dan memberi nasihat kepada makhluknya. Ibnu Mubarak pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab:” Memberi nasihat karena Allah”. Demikianlah betapa utamanya nasihat dalam pandangan Islam sehingga saling nasihat menasihati harus dibudayakan oleh umat Islam. Hal ini karena tidak ada seorang pun yang sempurna sehingga ketika kita melihat saudara kita lalai maka kita wajib memberi nasihat padanya, begitu juga sebaliknya.
Dalam sejarah Islam banyak dicontohkan pemimpin-pemimpin umat yang menerima nasihat dengan baik dan bahkan mengucapkan terima kasih kepada mereka yang memberi nasihat. Umar bin Khathab mengatakan:” Semoga Allah merahmati seseorang yang memberitahukan aibku”. Suatu hari seseorang berkata pada Umar :” Bertaqwalah engkau!”. Maka mendengar ungkapan tersebut yang lainnya menghardik dan mengatakan:” Engkau mengatakan kepada Amirul Mukminin, bertaqwalah!”. Tetapi Umar bin Khathab mencegah dan berkata:” Tidak ada kebaikan padamu jika engkau tidak mengatakan ungkapan tersebut, dan tidak ada kebaikan bagi kami jika tidak mendengarkannya”. Begitu juga saat Umar ingin ikut berperang melawan Persia, sebagian sahabat melarang, karena kesertaannya dalam suatu peperangan akan berdampak buruk dan berbahaya bagi umat Islam. Maka Umar bin Khathab menerima nasihat tersebut. Nasihat adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam karena kehidupan umat dibangun atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong menolong. Maka nasihat adalah bentuk kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong. Namun demikian dalam memberi nasihat haruslah dengan niat ikhlas karena Allah, tidak mencari popularitas, ketenaran dan motivasi rendah lainnya. Karena nasihat adalah agama dan dalam melaksanakan agama harus ikhlas karena Allah.
Nasihat juga harus dilakukan dengan baik dan bijaksana. Nasihat bukanlah membuka aib seseorang di muka umum, karena nasihat adalah perbaikan sedangkan membuka aib adalah kerusakan. Oleh karenanya dalam memberi nasihat harus dijauhkan dari cara-cara yang kasar dan keras. Semakin lembut dalam memberikan nasihat semakin diterima oleh hati, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya” (QS Ali-Imran 159).
Diceritakan di masa kekuasaan Bani Abasiah, ada seorang lelaki yang memberi nasihat kepada al-Makmun, kemudian ia masuk istana dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, tetapi dengan cara yang kasar. Maka berkata al-Ma’mun: ”Wahai saudaraku, sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik darimu kepada orang yang lebih jelek dariku. Allah mengutus Musa dan Harun as kepada Fir’aun dan Allah berfirman, artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”(QS Thaaha 44).
Begitulah, nasihat hendaknya dibungkus dengan kata-kata yang baik sehingga mudah diterima dan mudah dilaksanakan. Sedangkan ungkapan yang kasar akan menyakitkan dan menyebabkan permusuhan. Sifat orang beriman adalah memberi nasihat dan menutup aib saudaranya sedangkan sifat orang fasik membiarkan kesalahan temannya dan membuka aibnya. Seseorang yang hari ini memberi nasihat mungkin saja besok mendapat nasihat, karena nasihat tidak terkait dengan orang tertentu dan pekerjaan tertentu. Dan karena manusia memiliki karakteristik suka salah dan lupa. Sehingga ketika ia pada hari ini lupa atau salah maka yang lain mengingatkan begitu juga orang yang hari ini memberi nasihat mungkin besok lupa atau salah sehingga harus dinasihati dan diingatkan.
Betapa pentingnya nasihat sampai imam asy-Syafi’i mengomentari surat al-Ashr: ”Jika saja Allah hanya menurunkan surat al-Ashr maka sudah cukuplah surat ini sebagai pedoman untuk manusia.” Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, beliau menulis surat kepada imam Hasan al-Bashri agar memberi nasihat dan menceritakan sifat-sifat pemimpin yang adil. Maka imam Hasan al-Bashri menulis surat di antara isinya: “Ketahuilah, wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah menjadikan pemimpin yang adil untuk meluruskan orang yang menyimpang, mengembalikan arah bagi yang berdosa, memperbaiki yang rusak, memberi kekuatan bagi yang lemah, menegakkan keadilan bagi yang zhalim, menyadarkan yang lalai. Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin seperti penggembala yang penuh kasih sayang atas penggembalaannya, yang menggiringnya ke tempat penggembalaan yang baik, menjauhkan dari bahaya yang mengancamnya, memeliharanya dari binatang buas, menjaganya dari panas terik dan hujan.
Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin seperti ayah yang bertanggung-jawab. Lembut terhadap anaknya. Bekerja untuk anak-anaknya saat masih kecil, mengajarkan mereka dan mengurusi kebutuhan hidupnya dan menabung untuk mereka setelah matinya. Pemimpin yang adil wahai amirul Mukminin seperti ibu yang lembut terhadap anaknya, mengandung dan melahirkannya dengan susah payah, mengasuhnya ketika kecil, ikut begadang ketika anaknya bangun malam, dan ikut tenang ketika anaknya tenang. Suatu saat menyusuinya, pada saat yang lain melepaskannya. Merasa senang dengan kesehatannya dan merasa berduka dengan sakitnya. Pemimpin wahai Amirul Mukminin seperti hati dengan anggota badan. Anggota badan akan baik jika hatinya baik dan anggota badan akan rusak jika hatinya rusak. Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin adalah orang yang berdiri di antara Allah dan hambanya, mendengar firman Allah dan memperdengarkannya, mengenal Allah dan memperkenalkannya, dipimpin Allah dan memimpin mereka. Jangan sampai engkau wahai Amirul Mukminin seperti hamba yang diberi amanah Allah ibarat budak yang diberi amanah oleh majikannya tentang harta dan keluarga , kemudian menyia-nyiakan harta dan menghancurkan keluarga, membuat miskin anggota keluarga dan membuang harta benda.
Ketahuilah wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah menurunkan hudud (hukuman) agar menyadarkan orang dari perbuatan kotor dan keji, bagaimana jika hal itu dilakukan orang yang mesti menegakkannya? Dan Allah menurunkan qishash sebagai jaminan kehidupan bagi hambanya, bagaimana jika yang memimpin melakukan pembunuhan yang mestinya menegakkan qishash kepada mereka? Ingatlah wahai Amirul Mukminin akan kematian dan sesudahnya, sedikitnya temanmu dan pembelamu di sana. Maka hendaknya engkau mempersiapkan bekal untuk kematian dan kehidupan sesudahnya yaitu di hari yang besar”.

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

Lebih baru Lebih lama