Risalah dari Muhammad Badi’, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin
Segala puji bagi Allah, dan salawat dan salam atas Rasulullah saw, dan orang-orang yang medukungnya ..
Dalam Naungan Hijrah Nabi saw kita dapat memetik beberapa pelajaran
dan ibrah; yang dengannya dapat menerangi jalan kita, merangkai model
kebangkitan yang hakiki bagi umat. Dari model yang menakjubkan dan
mempesona inilah yang menjadi wujud perhatian Nabi saw kepada manusia,
karena pembangunan dan pengembangannya merupakan pilar utama sebuah
kebagkitan; karena itulah kita perhatikan bahwa agenda pertama yang
dilakukan oleh Nabi saw setelah Hijrah adalah mendirikan masjid; sebagai
sarana memberikan perhatian sisi ruhiyah setiap individu, aqidah dan
ibadahnya, kemudian -setelah itu- merajut ukhuwah antara pelaku dakwah;
siapa yang berhijrah (Muhajir) dan siapa yang membela (Anshar); sebagai
sarana memberikan perhatian sisi sosial dalam menjalin persatuan,
kecintaan dan persaudaraan, kemudian -yang ketiga- mendirikan pasar
sebagai sarana perekonomian umat; guna memenuhi kebutuhannya, memenuhi
kehidupan mulia yang sadar akan potensinya (berniaga) dan mewujudkan
kapasitas individualnya, jauh dari sistem kapitalis, penipuan dan
kemampuan dalam mewujudkan kebutuhannya.
Banyak dari satu umat atau kelompok membuat program-program dalam
rangka melakukan perbaikan (reformasi) yang sifatnya materi; dari sistem
administrasi, undang-undang legislatif, namun mereka tidak sadar -atau
lupa – bahwa unsur yang sangat urgen yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu sisi spiritual emosional dan
akhlak; padahal unsur tersebut adalah pilar utama dalam membangun
sebuah entitas manusia; karena dengan ruh dan materi akan sempurna wujud
manusia, karena itu perbaikan batin (spiritual) tidak kalah penting
dari perbaikan zhahir, dan inilah yang menjadi hakikat abadi yang telah
ditetapkann oleh Al-Qur’an Al-Karim:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’ad:11)
Sebagaimna Islam datang mengumandangkan pemuliaan Allah kepada manusia
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam”. (Al-Isra:70)
Sebagaimana dalam khutbah wada Nabi saw telah menjadi konstitusi
abadi hak asasi manusia; pria dan wanita, mengaturdan hak dan
kewajibannya, pro dan kontranya, menghapus semua perbedaan antara ras
dan warna, Karena Allah SWT Tuhan semua manusia, seluruh benda dan
seluruh hamba menikmati rezki-Nya, kemurahan-Nya, dan merasakan karunia
dan keadilan-Nya.
Oleh karena itu, keberhasilan manhaj reformasi sangat tergantung
dengan cara membersihkan jiwa dari perilaku buruknya, dan memperbaiki
perilaku dan akhlak dari kekerdilannya, menanamkan nilai-nilai perilaku
yang mulia, interaksi yang baik, komunikasi hati yang dekat dengan Allah
dan senantiasa merasa dibawah pengawasan-Nya, serta menghadirkan yang
terbaik dan untuk menahan diri dari segala kejahatan. Sebagaimana ia
tergantung pada para pelaku kebangkitan secara bersamaan. Ia merupakan
manhaj yang universal yang diturunkan melalui syariat samawi yang
menjadi sinar terang yang menerangi gelapnya bumi dan cahaya langit yang
cerah, dan pada saatnya akan terwujud keberhasilan yang pernah
dikumandangkan Imam Al-Banna dalam ungkapannya:
إِذَا وُجِدَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ تَهَيَّأَتْ لَهُ أَسْبَابُ النَّجَاحِ
“Jika ada satu orang yang baik maka memiliki banyak alasan untuk sukses”
Bahwa keberadaan manusia adalah
bagian dari keseimbangan utama bagi kemajuan negara-negara berkembang;
karena unsur manusia adalah kunci nyata untuk pengembangan, sebagaimana
ia juga merupakan misi utamanya; sebagai faktor yang paling penting
tingkat produktivitas dan salah satu aktor utama pembangunan, dan
menginvestasikannya dari seluruh potensi yang dimilikinya merupakan
wujud hakiki bagi seluruh bangsa menuju kemakmuran, pembangunan,
pertumbuhan sosial dan ekonomi secara berkesinambungan, dan karena itu
Islam sangat memberikan perhatian yang penuh kepada manusia pada semua
tahapan dan berbagai kondisinya, karena itu manusia adalah makhluk
paling mulia di muka bumi ini, hak yang paling penting adalah kehidupan,
martabat manusia, dan kebebasan secara umum; agar dirinya mampu
memiliki identitas dirinya, mampu berproduksi, berinovasi dan memimpin;
meluruskan agamanya, menaikkan bendera dan melindungi tanah air dan
kehormatannya.. bukankah dengan bersandar pada syura bagian dari manhaj
kehidupan, dan yang akan dihasilkan darinya akan mengakomodir hak rakyat
untuk memilih pemimpin dan anggota parlemen mereka serta pengawas
mereka bahkan bertanggung jawab untuk memaksimalkan hak dan
kedudukannya?!
Semua ini kita tidak dapat mencapainya
kecuali dengan menghubungkan kebijakan politik dengan nilai-nilai dan
akhlak; dari ketulusan, kesetiaan, kejujuran dan ihsan, dan hati nurani
yang biasanya mengecam pemiliknya ketika ingin melakukan tindakan yang
diharamkan, atau melakukan pelanggaran terhadap harta publik, atau
menerima suap dengan alasan grativikasi atau komisi, atau melakukan
kecurangan terhadap hak asasi manusia, atau melakukan pemalsuan terhadap
kehendak atau perebutan kekuasaan, atau memberikan posisi kepada
kerabat dan teman-teman dekat. Karena, tujuan besar tidak akan
terealisir kecuali dengan sarana yang mulia, dan oleh karena itu kami
menolak ungkapan
الغاية تبرر الوسيلة
“Tujuan membenarkan segala cara”
Namun berusaha membersihkan dan mensuؤikannya, memuliakannya hingga
ke tingkat pada tingginya akhlak dan etika dalam berbisnis. Karena
ketika kita menyembah Allah, tujuannya adalah untuk mereformasi dunia
dengan agama.
Dengan kedua pilar tersebut: fisik dan moral (jiwa), maka setiap
orang dan masyarakat akan dapat meraih prospek masa depan yang cerah,
Insya Allah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan perhatian
besar, apalagi dalam melakukan rehabilitasi yang ideal terhadap manusia;
dimulai dengan memberikan layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas,
dan melalui pengembangan rencana dan program yang terkait dengan
pelatihan dan rehabilitasi pada sisi ilmiah, teknis dan profesi; untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tujuan pembangunan ekonomi dan sosial,
dan tetap sejalan dengan apa yang terjadi dalam perkembangan dunia
secara aktif dan perubahan teknologi, ilmiah dan budaya; dan dalam
kondisi perubahan lokal, regional dan internasional, persaingan yang
ketat dan polarisasi antara kekuatan-kekuatan yang berbeda. Kita
tentunya menyambut berbagai perbaikan (reformasi) dari berbagai sisi,
karena
الحكمة ضالة المؤمن فأين وجدها فهو أحق بها
“ilmu (hikmah) adalah sesuatu yang hilang dari orang yang beriman dimanapun berada maka ia paling berhak mendapatkannya”,
Bahwa untuk mewujudkan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan sosial sangat
bergantung pada pengetahuan manusia (SDM) dan tingkat pencapaiannya
secara ilmiah yang membuatnya memiliki kemuliaan dan integritas yang
tinggi, dan titik tolak itu semua adalah perhatian untuk melakukan
pembinaan dan meningkatkan kemampuan dan keahliannya dalam berbagai sisi
lalu menginvestasikan dan mendistribusikannya dalam berbagai bidang
pembangunan.
Sejak awal, Islam telah memberikan perhatian hal tersebut dengan
berfokus pada aspek nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian
manusia, sehingga mampu berinteraksi dengan kondisi, dimulai dari
aturan-aturan Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan yang
terdapat pada perilaku dan akhlak para sahabat dan tabiin, masyarakat
sekitar dan pengalaman yang dimilikinya; sebagai hasil dari melakukan
pengamatan atau kontak dengan berbagai pengalaman yang berbeda dan
beragam, sebagaimana karakter yang diwariskan dan cara pendidikan
memberikan peran penting dalam berinteraksi dengan berbagai literatur
yang beragam, dengan demikian membentuk komunitas yang terdiri dari
nilai-nilai yang mampu mengendalikan perilaku dan tindakan setiap
individu dan berbagai urusan lainnya.
Bahwa diantara keistimewaan terbesar dari hukum Islam adalah
penghormatan dan pemuliaan eksistensi manusia, yang mana hal tersebut
tidak dimiliki oleh sistem lain; pemuliaannya kepada manusia hingga pada
tingkat diperintahkannya para malaikat bersujud dihadapan Nabi Adam
(manusia) sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي
خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ
رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ
أَجْمَعُونَ إِلا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”.
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya
roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud
kepadaNya”. Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya,
kecuali Iblis; Dia menyombongkan diri dan adalah Dia Termasuk
orang-orang yang kafir”. (Shaad:71-74)
Keistimewaan untuk manusia ini menunjukkan bahwa Allah berhak
memilihnya diantara semua makhluknya; menjadikannya sebagai khalifah di
muka bumi, memakmurkannya dan melindunginya dari kerusakan, dan terus
melestarikannya sesuai dengan perintah Allah di dalamnya; dan
diperintahkan di dalamnya dengan syariat Allah berupa kebenaran,
keadilan, reformasi dan kebaikan
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Lalu Barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan Barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit”. (Toha:123-124)
Dan oleh karena itu pula, keistimewaan yang diberikan Allah kepada
manusia (Adam) bukan dalam bentuk (tubuh) atau warna, namun dengan ilmu
pengetahuan. sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ
يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ. وَعَلَّمَ
آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ . قَالُوا
سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ . قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ
فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي
أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا
كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dan Dia mengajarkan kepada
Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” Mereka menjawab:
“Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman: “Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini.” Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman:
“Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?” (Al-Baqarah: 30-33)
Islam sangat menghargai hak asasi manusia yang tidak boleh diabaikan
atau ditinggalkan; karena hal tersebut adalah bagian mendasar dalam
pemenuhan hak-hak sipil untuk menjadi khalifah di muka bumi, dan tanpa
pilar tersebut dapat mengkebiri potensi yang dimilikinya.. Dengan
pemenuhan hak asasi manusia diharapkan mampu memberikan hak pundamental
lainnya dan menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang; Hak untuk
hidup yang tidak boleh disia-siakan dengan cara melakukan bunuh diri
misalnya. Hak untuk merdeka tidak boleh diabaikan sehingga menerima
penghinaan dan pelecehan;
Hak-hak ini meliputi:
- Kebebasan beragama dan tidak boleh melakukan pemaksaan; sesuai dengan firman Allah yang Maha Kuasa:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama” (Al-Baqarah: 256),
dan sesuai juga dengan firman Allah:
أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
“Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Yunus:99)
- Haram hukumnya melakukan pelanggaran terhadap harta dan darah manusia; sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
إن دماءكم وأموالكم عليكم حرام
“Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram”
Bahkan Islam juga mengingatkan pada sesuatu yang tidak
menjadi perhatian para perancang Piagam Hak Asasi Manusia, dan Al-Quran
telah menetapkan dalam nashnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (Al-Maidah:8)
Dari ayat ini dapat disimpulkan tidak boleh
ada diskriminasi dalam penerapan hukum yang berkeadilan oleh sebab
kebencian dan permusuhan.
- Tidak boleh ada diskriminasi dalam
hak-hak fundamental atau martabat antara manusia dengan yang lain karena
keyakinan, jenis kelamin, ras, keturunan, atau uang; sesuai dengan
sabda Nabi saw:
كلكم لآدم ، وآدم من تراب
“Kalian adalah dari Adam, dan Adam berasal dari tanah”
dan juga sabda beliau saw :
لا فضل لعربي على أعجمي، ولا لأبيض على أسود، إلا بالتقوى
“tidak ada kelebihan antara Arab dan orang non Arab, ataupun putih atas hitam, kecuali karena taqwa”
- Menjadikan rumah untuk melindungi kebebasan manusia, sesuai dengan yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُو
“Janganlah memasuki rumah yang bukan rumah kalian sehingga mendapatkan izin” (An-Nur:27).
- Terciptanya saling gotong royong antar anggota masyarakat pada
pemenuhan hak setiap orang sebagai penjamin dalam meraih kehidupan yang
layak dan kebebasan dalam mendapatkan kebutuhannya dan keinginan
menyalurkan harta bagi yang mampu untuk diserahkan kepada yang
membutuhkannya; sesuai dengan yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ. لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (Al-Ma’arij:24-25)
Dan sesuai dengan sabda Nabi saw:
ليس منا من بات شبعان وجاره جوعان وهو يعل
“Bukanlah bagian dari golongan kami,
seseorang yang tidur malam hari dalam kondisi kenyang sementara
tetangganya kelaparan dan dirinya mengetahuinya”.
Demikianlah kita dapatkan, bahwa Islam mengangkat semua hak asasi
manusia ke peringkat yang tinggi dan menjadi suatu keniscayaan yang
tidak boleh dikesampingkan dan diabaikan; agar manusia senantiasa mampu
memenuhi syarat untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi, mampu
melindungi dan mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta
melindungi bumi dari kerusakan dan pengrusakan, dan begitupula mampu
bangkit dalam memakmurkan bumi.
Bahwa pembangunan manusia merupakan pilar utama dalam membangun
sebuah bangsa, dan inilah yang telah kita temukan secara gamblang dalam
manhaj Nabi saw dalam sirahnya yang harum; karena itu jika kita ingin
membangun sebuah bangsa secara nyata maka -lebih dahulu- kita harus
meningkatkan integritas manusia dan memberikan perhatian kepadanya, dan
membangunnya secara integral dan terpadu bahkan seimbang antara ilmu dan
amal, iman dan akhlak, hak dan kewajiban dan kreativitas individu dan
amal jama’i; tanpa mengabaikan satu sisi atas sisi yang lain, dan inilah
yang ditegaskan oleh Imam al-Banna sejak awal mendirikan jamaah dan
disepanjang sejarahnya akan pentingnya tarbiyah bagi individu, keluarga
dan masyarakat.
Bahwa penderitaan besar yang dialami bangsa Arab dan Umat Islam di
tangan para diktator selama bertahun-tahun adalah karena pengabaian
terhadap nilai-nilai dan kehormatan warga negara dan tidak bergantung
pada kekayaan yang berharga dan mulia ini, dan yang demikian merupakan
kerugian yang nyata yang mereka jadikan sebagai jalan hidup mereka
bahkan juga merupakan kehinaan dan aib pada akhir hayat mereka.
Bahwa kekayaan kita yang hakiki terletak pada sumber daya manusianya,
dan menginvestasikannya, mengembankannya dan memberikan perhatian
kepadanya adalah pilar utama akan kemajuan dan pertahahan akan
integritas dirinya, guna dapat membangun generasi yang dapat memberikan
kontribusi bagi kepentingan negara dan bangsa daripada kepentinganya
sendiri, berkorban untuknya, dan mengerahkan seluruh kemampuan dari
tenaga, pengetahuan dan hartanya untuk beribadah karena Allah; untuk
kemajuan agama, negara dan warganya, dan untuk meraih kenikmatan
di bawah naungan ridha Allah, sesuai firman Allah tentang kenikmatan
hidup kita di dunia.
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Maka hendaklah mereka menyembah
Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. (Quraisy:3-4)
Shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad saw
Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah..
Penerjemah:
Abu ANaS MA
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com