Koalisi Partai Islam, Kenapa Tidak?

Tarqiyah : PARTAI Islam kembali unjuk gigi. Sebuah koalisi untuk kemaslahatan bangsa menjadi sesuatu yang harus dilakukan.

Pemilu legislatif baru saja usai. Hasilnya masih memunculkan teka-teki. Karena itu menjadi penentu pengusungan calon presiden dan wakil presiden pada 9 Juli mendatang. Namun berdasar hasil beberapa lembaga survei pada penghitungan quick count, posisi tertinggi berada partai nasionalis, setidaknya dari tiga besar yakni PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Sementara partai Islam berada pada posisi tengah, dengan pencapaian tertinggi diraih PKB.

Tidak masuknya partai Islam dalam tiga besar menjadi sorotan perhatian partai nasionalis. Dalam pandangan beberapa pengamat politik, besar kemungkinan partai Islam akan menjadi objek koalisasi partai nasionalis. Pada Pemilu sebelumnya semua partai Islam yang memenuhi parliamentary threshold menjadi bagian dari koalisi pemerintahan SBY bersama partai Demokrat.
Masihkah pada Pilpres 9 Juli mendatang partai Islam tetap akan menjadi buntut koalisi dengan partai nasionalis? Pertanyaan ini saya kira perlu dijawab secara serius oleh partai Islam. Seringkali partai Islam menjadi pelengkap partai nasionalis untuk memenuhi persyaratan presidential threshold, hal itu terjadi karena partai Islam perolehan suaranya berada pada posisi menengah atau bawah. Maka untuk menyusun kekuatan dan ambil bagian dalam pemerintahan, mereka melakukan koalisi dengan partai-partai besar.
Melihat geliat perolehan suara yang didapatkan oleh partai Islam dari hasil quick count, partai Islam sekarang sudah mulai bertaring kembali. Secara umum mengalami kenaikan, kecuali pada PKS. Meski demikian, saya kira tidak menyurutkan kekuatan partai Islam. Karena itu, kiranya pada Pilpres mendatang, partai Islam perlu menyusukan peta politik sendiri tanpa harus koalisi dengan partai nasionalis.
Sangat disayangkan jika suara partai Islam yang sejatinya besar kemudian dibagi-bagi dengan partai nasionalis hanya untuk meloloskan calon Presiden partai tersebut dari pesyaratan presidential threshold. Kemudian setelah itu partai Islam selalu menjadi ekor yang selalui meng-iya-kan begitu saja kemauan partai nasionalis yang menjadi kepalanya.
Kenyataan ini tak bisa dielakkan, karena meski partai Islam punya pandangan berbeda mengenai beberapa kebijakan pemerintah yang butuh dukungan dari DPR, biasanya partai Islam dengan terpaksa harus meng-iya-kan juga sebab terikat kontrak koalisi.
Koalisi menjadi pengekang partai Islam untuk menjalankan visi keumatannya mewujudkan Indonesia yang sejahtera, berdaulat, adil, dan makkur. Mestinya partai Islam membangun kekuatan bersama partai Islam lainnya guna mencapai visi besar yang dicanangkan.
Ada beberapa prospek mengapa partai Islam perlu membangun koalisi bersama. Pertama, selama ini partai Islam dinilai kurang memiliki kekuataan, karena terpecah-pecah menjadi beragam partai. Sehingga dalam upaya pencapaian visi sesuai dengan ideologinya sulit tercapai.
Apalagi ketika harus berkoalisi dengan partai nasionalis, pencapaian visinya menjadi kabur, meski belakangan ini bedasar pandangan bebarapa pengamat sulit membedakan antara partai agamis dengan nasioanlis, tetapi saya kira partai Islam punya kecenderungan yang lebih moralis, karena antara visi keagamaan dan kebangsaan menjadi satu. Maka kiranya, melalui koalisi partai Islam dapat terbangun pemerintahan yang berlandaskan Pancasila dengan nilai-nilai keislaman.
Semangat yang dibangun dalam pemerintah partai Islam akan lebih agamis, karena dasar ideologi mereka adalah agama. Barangkali ini juga sekaligus tantangan untuk membuktikan bahwa agama mampu mendorong lahirnya orang-orang yang moralis-nasionalis. Karena telah menjadi fakta yang jamak dimafhumi, salah satu kader dari partai Islam tersangkut kasus korupsi.
Akhirnya kepercayaan rakyat pada partai Islam semakin menurun. Tetapi kita pada Pemilu kali ini melihat geliat partai Islam besar kembali, perolehannya cukup besar, karena umat Islam terbagi-bagi dalam banyak partai, belum lagi mereka banyak yang memililih partai nasionalis.
Apapun pilihannya sebenarnya menjadi hak setiap warga negara, karena saya kira semua partai punya visi yang baik. Namun pilihan kepercayaan yang semakin besar kepada partai Islam harus dijaga dan dihargai dengan baik, agar konstituen tidak kecewa.
Kedua, karena negara dibangun atas dasar Pancasila dan UUD 1945, maka dengan koalisi partai Islam yang dibangun dengan baik, kita bisa membuktikan bahwa partai Islam pro Pancasila dan UUD 1945, sehingga statemen kecurigaan bahwa jika partai Islam berkuasa akan melakukan upaya pemberlakuan undang-undang syariah bisa ditepis. Kita bisa melihat sekarang partai Islam yang selama ini getol hendak memberlakukan syariat Islam, sudah mulai membuka diri dengan menerima caleg dari non muslim. Bagi saya ini hal luar biasa yang ditunjukkan oleh partai Islam tersebut.
Artinya, bahwa partai Islam itu tetap akan mampu membangun bangsa yang begitu majemuk mulai dari suku, ras, bahasa, budaya, dan agama yang berbeda. Dengan demikian, kekhawatiran bahwa partai Islam punya visi menghidupkan kembali Piagam Jakarta atau memberlakukan undang-undang syariah bisa dihalau.

Saya jika koalisi dibangun akan menjadi keberutungan besar bagi partai Islam untuk membangun kepercayaan yang tinggi dari rakyat bahwa partai Islam mampu menjadi yang terbaik. Karena belakangan ini semakin banyak elit partai nasionalis yang tersangkut kasus korupsi, sehingga membuat citranya semakin buruk.

Pada poisi ini kiranya partai Islam yang punya ideologi agama akan mendapatkan perhatian. Maka kiranya, partai Islam menjadi sangat penting untuk menguatkan gerakan kembali guna membuktikan bahwa ideologi agama yang dibawanya bisa membumi di Indonesia guna mencapai kehidupan bersangsa-bernegara yang bermartabat, sesuai dengan visi besar kebangsaan kita dalam pembukaan UUD 1945, menuju Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur. Semoga!

*) Penulis, pengelola Laskar Ambisius (LA) UIN Sunan Ampel Surabaya dan Koordinator Peneliti Wilayah Jawa Timur Pol-Tracking Institute.(inilah)

 Wallahu A‘lam.

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

Lebih baru Lebih lama