Tarqiyah : Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyatakan, dirinya tidak akan pernah menjadi presiden biasa seperti yang terjadi di kebanyakan negara republik.
“Aku tidak akan pernah menjadi presiden biasa,” kata Erdogan.
Berbicara pada pertemuan sidang umum yang diselenggarakan Asosiasi Bisnis (ASKON) di Istanbul pada Sabtu (6/12) lalu, presiden yang ingin meprogramkan syariat Islam di negara Turki itu, kembali terlibat dalam diskusi politik.
Ia juga mengecam beberapa media yang mencoba untuk membuat permusuhan antara dirinya dan Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu, yang padahal adalah rekan separtainya dan yang menggantikannya sebagai Perdana Menteri, jabatan yang dipegang Erdogan selama sepuluh tahun terakhir ini, sampai ia terpilih sebagai Presiden.
“Setiap orang bebas untuk melakukan sesuatu selama tidak melanggar hukum atau mengancam keamanan nasional Turki. Tapi jenis kelompok yang mengancam keamanan nasional kita, dan mengkhianatinya, akan ditangani oleh Dewan Keamanan, dan tanpa ampun akan ditindak,” kata Erdogan.
Pada kesempatan yang sama, Erdogan membantah tuduhan segelintir media massa yang mengklaim dan menuduh Dewan Keamanan Nasional (MGK) Turki pada pertemuan 30 Oktober lalu telah membuat keputusan untuk memerangi umat beragama non-Islam di negeri itu.
“Itu adalah kebohongan yang jelas, beberapa kalangan sangat terkenal sudah mulai mencoba untuk menyebarkan kebohongan tersebut,” tambahnya.
Menurut catatan MINA, langkah tegas Erdogan untuk mengembalikan agama Islam sebagai agama resmi di Turki, dapat penentangan di dalam dan di luar negeri. Di dalam negeri tentu penentangan dari fihak non muslim dan kalangan sekuler yang jadi azas Turki abad-abad terakhir ini.
Di luar negeri, Turki yang bangkit kembali sebagai negara Islam, menimbulkan reaksi pro dan kontra pula, apalagi dengan sikap-sikap Erdogan dan pernyataan-pernyataan yang tegas membela Islam dan Palestina.
Israel dan Turki sama-sama sekutu Amerika Serikat, tapi sikap tegas Erdogan yang tegas mendukung Palestina dengan segala cara, telah membuat kedua sekutunya (Israel dan AS) menjadi tidak nyaman.
Di tengah Erdogan menyatakan dirinya bukan presiden biasa, MINA melaporkan beberapa hari yang lalu, Presiden Rusia V. Putin dari negara super power dan Paus Francis pimpinan masyarakat Katholik se dunia, melakukan kunjungan ke Turki menemui Erdogan.
Dilaporkan kunjungan Paus juga dimaksudkan untuk perbaikan hubungan Tahta Suci Vatikan sebagai pimpinan pusat ummat Katholik dengan Turki. Musababnya adalah Paus sebelumnya melancarkan kecaman-kecaman terhadap Erdogan dan Turki. Paus itu ikut kampanye menolak keanggotaan Turki dalam Masyarakat Ekonomi Eropa. Paus terdahulu itu menyatakan “Tak sepatutnyas sebuah negara Islam menjadi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa.”
Erdogan juga baru saja mengkritik Dewan Keamanan PBB yang anggota tetapnya lima negara, yang punya hak veto, tak satupun mewakili Islam. Akibatnya perjuangan ummat Islam termasuk perjuangan Palestina dirugikan.
Istana Presiden
Mengatasi kritikan dan isu miring tentang istana presiden yang dibangun baru-baru ini, Erdogan mengatakan, “Ada yang mengatakan presiden tidak harus menjawab kembali semua ini, saya bukan tipe presiden yang biasa, saya tidak akan pernah dan tidak akan pernah menjadi presiden biasa.”
Dia juga mengatakan, istana tersebut memiliki lebih dari 1.150 kamar, tidak cuma 1.000 seperti yang diklaim oleh Pemimpin Oposisi Utama Partai Republik Rakyat (CHP), Kemal Kilicdaroglu dan mengecam presiden telah membuang-buang uang negara.
“Anda mengatakan, istana memiliki 1.000 kamar dan anda telah salah. Istana ini memiliki lebih dari 1.150 kamar, tidak hanya 1.000. Kilicdaroglu bahkan tidak tahu itu, ” ujarnya.
“Istana ini bukan milik saya, itu milik bangsa,” katanya, membela keputusannya untuk membangun istana yang juga dikenal sebagai “Ak Saray” (White Palace).
Menurutnya, ada banyak istana lainnya yang sama di dunia. Erdogan kemudian mengambil contoh negara Inggris yang memiliki Istana Buckingham dengan nilai mencapai AS $ 7-8 miliar.
Istana Ak Saray dibangun dengan biaya diperkirakan minimal AS $ 615 juta pada areal seluas 300.000 meter persegi di dalam Hutan Rakyat Atatürk (AOC) di Ankara.
Dia juga mengatakan, istana tersebut dibangun sesuai dengan warisan arsitektur dinasty Ottoman dan Seljuk, dan hal ini akan menjadi monumen penting untuk diturunkan ke generasi berikutnya.
Dalam pidatonya, Erdogan juga membuat perbandingan antara insiden keamanan di Amerika Serikat (AS) dan Turki.
“Insiden di Ferguson dan wilayah yang lainnya -mengacu pada serangkaian insiden baru-baru ini di mana laki-laki dibunuh oleh polisi AS- menunjukkan bagaimana pasukan keamanan negara demokratis membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak bersenjata. Apakah polisi kita membunuh warga negara kita?,” katanya.
Pembunuhan itu dilakukan terhadap seorang pemuda berkulit hitam oleh seorang polisi berkulit putih dan polisi itu dibebaskan pula dari tuntutan hukum. (mina)
“Aku tidak akan pernah menjadi presiden biasa,” kata Erdogan.
Berbicara pada pertemuan sidang umum yang diselenggarakan Asosiasi Bisnis (ASKON) di Istanbul pada Sabtu (6/12) lalu, presiden yang ingin meprogramkan syariat Islam di negara Turki itu, kembali terlibat dalam diskusi politik.
Ia juga mengecam beberapa media yang mencoba untuk membuat permusuhan antara dirinya dan Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu, yang padahal adalah rekan separtainya dan yang menggantikannya sebagai Perdana Menteri, jabatan yang dipegang Erdogan selama sepuluh tahun terakhir ini, sampai ia terpilih sebagai Presiden.
“Setiap orang bebas untuk melakukan sesuatu selama tidak melanggar hukum atau mengancam keamanan nasional Turki. Tapi jenis kelompok yang mengancam keamanan nasional kita, dan mengkhianatinya, akan ditangani oleh Dewan Keamanan, dan tanpa ampun akan ditindak,” kata Erdogan.
Pada kesempatan yang sama, Erdogan membantah tuduhan segelintir media massa yang mengklaim dan menuduh Dewan Keamanan Nasional (MGK) Turki pada pertemuan 30 Oktober lalu telah membuat keputusan untuk memerangi umat beragama non-Islam di negeri itu.
“Itu adalah kebohongan yang jelas, beberapa kalangan sangat terkenal sudah mulai mencoba untuk menyebarkan kebohongan tersebut,” tambahnya.
Menurut catatan MINA, langkah tegas Erdogan untuk mengembalikan agama Islam sebagai agama resmi di Turki, dapat penentangan di dalam dan di luar negeri. Di dalam negeri tentu penentangan dari fihak non muslim dan kalangan sekuler yang jadi azas Turki abad-abad terakhir ini.
Di luar negeri, Turki yang bangkit kembali sebagai negara Islam, menimbulkan reaksi pro dan kontra pula, apalagi dengan sikap-sikap Erdogan dan pernyataan-pernyataan yang tegas membela Islam dan Palestina.
Israel dan Turki sama-sama sekutu Amerika Serikat, tapi sikap tegas Erdogan yang tegas mendukung Palestina dengan segala cara, telah membuat kedua sekutunya (Israel dan AS) menjadi tidak nyaman.
Di tengah Erdogan menyatakan dirinya bukan presiden biasa, MINA melaporkan beberapa hari yang lalu, Presiden Rusia V. Putin dari negara super power dan Paus Francis pimpinan masyarakat Katholik se dunia, melakukan kunjungan ke Turki menemui Erdogan.
Dilaporkan kunjungan Paus juga dimaksudkan untuk perbaikan hubungan Tahta Suci Vatikan sebagai pimpinan pusat ummat Katholik dengan Turki. Musababnya adalah Paus sebelumnya melancarkan kecaman-kecaman terhadap Erdogan dan Turki. Paus itu ikut kampanye menolak keanggotaan Turki dalam Masyarakat Ekonomi Eropa. Paus terdahulu itu menyatakan “Tak sepatutnyas sebuah negara Islam menjadi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa.”
Erdogan juga baru saja mengkritik Dewan Keamanan PBB yang anggota tetapnya lima negara, yang punya hak veto, tak satupun mewakili Islam. Akibatnya perjuangan ummat Islam termasuk perjuangan Palestina dirugikan.
Istana Presiden
Mengatasi kritikan dan isu miring tentang istana presiden yang dibangun baru-baru ini, Erdogan mengatakan, “Ada yang mengatakan presiden tidak harus menjawab kembali semua ini, saya bukan tipe presiden yang biasa, saya tidak akan pernah dan tidak akan pernah menjadi presiden biasa.”
Dia juga mengatakan, istana tersebut memiliki lebih dari 1.150 kamar, tidak cuma 1.000 seperti yang diklaim oleh Pemimpin Oposisi Utama Partai Republik Rakyat (CHP), Kemal Kilicdaroglu dan mengecam presiden telah membuang-buang uang negara.
“Anda mengatakan, istana memiliki 1.000 kamar dan anda telah salah. Istana ini memiliki lebih dari 1.150 kamar, tidak hanya 1.000. Kilicdaroglu bahkan tidak tahu itu, ” ujarnya.
“Istana ini bukan milik saya, itu milik bangsa,” katanya, membela keputusannya untuk membangun istana yang juga dikenal sebagai “Ak Saray” (White Palace).
Menurutnya, ada banyak istana lainnya yang sama di dunia. Erdogan kemudian mengambil contoh negara Inggris yang memiliki Istana Buckingham dengan nilai mencapai AS $ 7-8 miliar.
Istana Ak Saray dibangun dengan biaya diperkirakan minimal AS $ 615 juta pada areal seluas 300.000 meter persegi di dalam Hutan Rakyat Atatürk (AOC) di Ankara.
Dia juga mengatakan, istana tersebut dibangun sesuai dengan warisan arsitektur dinasty Ottoman dan Seljuk, dan hal ini akan menjadi monumen penting untuk diturunkan ke generasi berikutnya.
Dalam pidatonya, Erdogan juga membuat perbandingan antara insiden keamanan di Amerika Serikat (AS) dan Turki.
“Insiden di Ferguson dan wilayah yang lainnya -mengacu pada serangkaian insiden baru-baru ini di mana laki-laki dibunuh oleh polisi AS- menunjukkan bagaimana pasukan keamanan negara demokratis membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak bersenjata. Apakah polisi kita membunuh warga negara kita?,” katanya.
Pembunuhan itu dilakukan terhadap seorang pemuda berkulit hitam oleh seorang polisi berkulit putih dan polisi itu dibebaskan pula dari tuntutan hukum. (mina)
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com