Taliban : Kronologi 20 Tahun Invasi Pasukan Amerika di Afghanistan


Gema
Dakwah
: JATUHNYA Kabul ke tangan gerilyawan Taliban dalam waktu cepat mengagetkan dunia. Taliban yang menjaga nafas panjang selama 20 tahun perang gerilya, bagaimanapun mencemaskan pasukan asing yang membuat mereka memutuskan menarik diri dari Afghanistan.

Perang panjang ini telah  menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi.  Apa dan bagaimana sesungguhnya Taliban dan 20 invasi Amerika Serikat di Afghanistan?

Ini beberapa hal yang kurang diketahui publik soal Taliban dan Afghanistan.

Siapa Taliban?

Taliban adalah bahasa pasthun dari bahasa Arab Thalib (mahasiswa, pelajar, santri). Ia muncul pada awal 1990-an di Pakistan utara setelah penarikan pasukan Soviet dari Afghanistan.

Gerakan nasionalis Islam Sunni pendukung Pashtun yang secara efektif menguasai hampir seluruh wilayah Afganistan sejak 1996 sampai 2001.Gerakan yang pertama kali muncul di madrasah-madrasah dan masjid.

Gerakan ini muncul ketika maraknya perebutan kekuasaan antar warlord (semacam panglima perang lokal) pasca mundurnya pasukan Rusia (dulu bernama Uni Soviet) dari Afghanistan. Saat itu banyak terjadi kekacauan, perpecahan, dan tindak kejahatan.

Situasi ini sangat mengganggu para pelajar (dan juga penduduk lainnya) yang sedang menimba ilmu di madrasah-madrasah. Inilah yang mendorong Mullah Omar dan rekannya, Mullah Ghaus, Mullah Moh. Rabbani, Mullah Abbas, Mullah Hassan Rehmani, dll untuk menciptakan kembali kedamian, melucuti senjata para warlord, dan menegakkan hukum Islam, atau hukum Syariah, di seluruh tanah Afghanistan.

Dari Afghanistan barat daya, Taliban dengan cepat memperluas pengaruh. Pada September 1995 mereka menguasai Provinsi Herat, berbatasan dengan Iran, dan tepat satu tahun merebut ibukota Afghanistan, Kabul, menggulingkan rezim Presiden Burhanuddin Rabbani – salah satu bapak pendiri mujahidin Afghanistan yang menentang pendudukan Soviet. Pada tahun 1998, Taliban menguasai hampir 90% wilayah Afghanistan.

Anggota Taliban dalam sebuah acara (TWJ)

Warga Afghanistan, yang lelah dengan ekses mujahidin dan pertikaian suku setelah Soviet diusir,  menyambut gerilyawan Taliban. Popularitas awal mereka disebabkan oleh keberhasilan mereka dalam memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum dan membuat jalan-jalan dan daerah-daerah di bawah kendali mereka aman untuk perdagangan berkembang.

Pakistan bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), merupakan salah satu negara yang mengakui gerilyawan Taliban ketika mereka berkuasa. Itu juga negara terakhir yang memutuskan hubungan diplomatik dengan kelompok itu.

Salah satu tokoh yang menonjol, Mullah Muhammad Omar (atau Mullah Omar), seorang pejuang gerilyawan di masa penjajahan Soviet (1979-1989), anggota kelompok Harakat-i-Inqilab-i-Islami (Gerakan Revolusi Islam). Harakat-i-Inqilab-i-Islami adalah salah satu faksi dari tujuh faksi dalam kelompok Mujahidin (Peshawar Seven) yang melawan pasukan pendudukan Soviet kala itu.

Di bawah kenadli Mullah Omar yang masyhur, Taliban terus bergerak, meluncurkan perlawanan kepada pemerintah dukungan AS dan ISAF. Hal ini berlanjut hingga hari ini, meskipun ia telah meninggal dunia.

Tetapi semangat Taliban menerapkan hukum Islam terlalu cepat dan buru-buru kala itu menjadikan reputasinya di dalam negeri dalam luar negeri bermasalah. Di antara kebijakan Taliban kala itu adalah memperkenalkan atau mendukung hukuman sesuai dengan interpretasi ketat mereka terhadap hukum Syariah.

Misalnya melakukan eksekusi publik terhadap pembunuh dan pezina, potong tangan bagi pencuri. Laki-laki diharuskan menumbuhkan janggut dan perempuan harus mengenakan burka (cadar) untuk menutupi seluruh tubuh.

Taliban juga melarang televisi, musik dan bioskop, dan tidak menyetujui anak perempuan berusia 10 tahun ke atas pergi ke sekolah. Dalam sebuah kasus tahun 2001, anggota Taliban melakukan penghancuran patung Buddha Bamiyan yang terkenal di Afghanistan tengah.

Situasi ini ditangkap lembaga HAM dan dunia internasional. Tentu saja, menjadi ancaman baru masa depan Barat.

Serangan WTC Tahun 2001

Al-Qaeda dituduh membajak empat pesawat komersial, menabrakkan mereka ke World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Washington, DC. Pesawat keempat jatuh di sebuah lapangan di Shanksville, Pennsylvania.

Hampir tiga ribu orang tewas dalam serangan itu. Tidak satu pun dari sembilan belas pembajak yang dituduhkan AS adalah warga negara Afghanistan.

Presiden AS kala itu, George W. Bush langsung bersumpah untuk “memenangkan perang melawan terorisme,” dan kemudian membidik al-Qaeda dan Osama bin Laden yang disebutnya berlindung di Afghanistan. Bush meminta rezim Taliban untuk “menyerahkan kepada otoritas Amerika Serikat semua pemimpin al-Qaeda yang bersembunyi di tanah Anda.”

Taliban menolak tekanan AS. Negara Paman Sam itu melakukan intervensi militer, membuat koalisi dengan pasukan Barat dan melakukan invasinya untuk menyingkirkan Taliban.

AS dan sekutunya bersumpah untuk mendukung demokrasi, menghapus hukum Islam yang telah berlaku sebelum pasukan asing itu datang dengan dalih menghilangkan ancaman teroris.

Invasi Pasukan Multinasional Dipimpin AS

Oktober 2001, militer AS, dengan dukungan Inggris, Kanada, Australia, Jerman, dan Prancis dll, memulai kampanye secara resmi peluncuran Operation Enduring Freedom dan melakukan pengeboman terhadap pasukan Taliban, menjanjikan dukungan di masa depan.  Fase awal perang terutama melibatkan serangan udara AS yang dibantu oleh kemitraan sekitar seribu pasukan khusus, Aliansi Utara, dan pasukan anti-Taliban dari etnis Pashtun.

Gelombang pertama pasukan darat konvensional tiba dua belas hari kemudian. Sebagian besar pertempuran darat terjadi antara Taliban dan lawan-lawannya di Afghanistan.

Taliban Runtuh

13 November, para milisi etnis Tajik dari Aliansi Utara yang didukung AS memasuki ibu kota Afghanistan, Kabul. November 2001 beberapa wilayah Taliban runtuh dengan cepat setelah kekalahannya di Mazar-e-Sharif pada 9 November 2001, dari pasukan yang setia kepada Abdul Rashid Dostum, seorang pemimpin militer etnis Uzbekistan.

Selama minggu berikutnya benteng Taliban runtuh setelah koalisi pimpinan AS dan serangan Aliansi Utara di Taloqan (11/11), Bamiyan (11/11), Herat (11/12), Kabul (11/13), dan Jalalabad (14/11).

Pada tanggal 14 November 2001, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1378, menyerukan “peran sentral” bagi PBB dalam membentuk pemerintahan transisi dan mengundang negara-negara anggota untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk mempromosikan stabilitas dan pengiriman bantuan.

Pada tanggal 9 Desember 2001,  Kota Kandahar, kota besar Afghanistan terakhir di bawah kendali Taliban, sepenuhnya diamankan pasukan koalisi AS. Pemimpin gerilyawan Taliban yang kharismatik, Mullah Omar meninggalkan kota dan gerilyawan Taliban kembali mengobarkan perang gerilya dari gunung-gunung.

Maret 2002,  jumlah kehadiran pasukan AS di Afghanistan telah berkembang menjadi total 7.200 tentara. Beberapa beroperasi secara ketat sebagai bagian dari koalisi militer internasional yang dipimpin AS. Yang lainnya dikerahkan sebagai bagian dari misi ISAF yang diamanatkan PBB.

Munculnya Hamid Karzai

AS dan sekutunya mendukung pemerintah boneka. PBB mengundang faksi-faksi besar Afghanistan, terutama Aliansi Utara dan kelompok yang dipimpin oleh mantan raja (tetapi bukan Taliban), ke sebuah konferensi di Bonn, Jerman.

Pada tanggal 5 Desember 2001, faksi-faksi menandatangani Perjanjian Bonn, yang disahkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 1383. Perjanjian tersebut, dilaporkan dicapai dengan bantuan diplomatik Iran yang substansial karena dukungan Iran untuk faksi Aliansi Utara, mengangkat Hamid Karzai sebagai kepala administrasi sementara, dan menciptakan pasukan penjaga perdamaian internasional untuk menjaga keamanan di Kabul.

Perjanjian Bonn diikuti oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 1386 pada 20 Desember, yang membentuk Pasukan Bantuan Keamanan Internasional, atau ISAF.

Hamid Karzai dalam pertemuan Loya Jirga

Faksi anti-Taliban Afghanistan menandatangani perjanjian Bonn, Jerman, membentuk pemerintahan sementara Afghanistan yang dipimpin oleh Hamid Karzai, pemimpin suku Popalzai dari Durrani Pashtun.  Karzai dipilih menjabat selama enam bulan sebagai ketua Pemerintahan Sementara, lalu dipilih untuk masa jabatan dua tahun sebagai presiden sementara selama loya jirga (Majelis Agung) pada 2002 yang diadakan di Kabul, Afghanistan.

Karzai, lahir di Kandahar,  lulus dari SMA Habibia di Kabul dan menerima gelar master di India pada 1980-an. Dia pindah ke Pakistan dan aktif sebagai penggalangan dana untuk mujahidin selama Perang Soviet-Afghanistan (1979–1989) dan setelahnya.

Ia sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di pemerintahan Negara Islam Afghanistan. Pada Juli 1999 ayah Karzai dibunuh dan Karzai menggantikannya sebagai kepala suku Popalzai.

Pada bulan Oktober 2001 invasi Amerika Serikat ke Afghanistan dimulai dan Karzai memimpin suku-suku di sekitar Kandahar melawan Taliban; ia menjadi tokoh politik yang dominan setelah lengsernya rezim Taliban pada akhir tahun 2001. Di tahun-tahun berikutnya, hubungannya dengan NATO dan Amerika Serikat menjadi semakin tegang, dan dia telah beberapa kali dituduh melakukan korupsi. 

Mengganti Konstitusi dan Pemilu

Pada Januari 2004, setelah terpilih,  Hamid Karzai mengganti konstitusi Afghanistan. Sebuah majelis yang terdiri dari 502 delegasi Afghanistan menyetujui konstitusi untuk Afghanistan. Konstitusi baru menciptakan sistem presidensial,  dimaksudkan untuk menyatukan berbagai kelompok etnis di negara itu.

Tindakan tersebut dipandang sebagai langkah positif menuju demokrasi. “Afghanistan telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Amerika Serikat dan mitra internasionalnya untuk meletakkan dasar bagi lembaga-lembaga demokrasi dan menyediakan kerangka kerja untuk pemilihan nasional,” kata Duta Besar AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad.

9 Oktober 2004 Hamid Karzai terpilih menjadi presiden baru dalam pemungutan suara nasional.  Karzai menang dengan 55 persen suara, sementara saingan terdekatnya, mantan menteri pendidikan Younis Qanooni, mendapatkan 16 persen suara.

Kemenangan pemilu Karzai dinodai oleh tuduhan penipuan oleh lawan-lawannya dan penculikan tiga pekerja pemilu asing PBB oleh kelompok militan.

Hamid Karzai, terpilih menjadi presiden Afghanistan dari 22 Desember 2001 hingga 29 September 2014. Karzai  memenangkan masa jabatan lima tahun kedua dalam pemilihan presiden 2009; masa jabatan ini berakhir pada September 2014, digantikan oleh Ashraf Ghani.

Saat itu, jumlah pasukan AS di Afghanistan meningkat drastis menjadi 20.300 dan pada bulan September 2010 jumlah pasukanya mencapai 150.000  orang.

Komitmen Presiden Baru kepada Amerika

Pada 23 Mei 2005, Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan presiden AS George W. Bush mengeluarkan deklarasi bersama yang menyatakan mitra strategis. Deklarasi tersebut memberi pasukan AS akses lebih besar pada fasilitas militer Afghanistan dengan dalih “perang melawan teror internasional dan perjuangan melawan ekstremisme kekerasan.”

Tujuan aliansi, kata perjanjian itu, adalah untuk “memperkuat hubungan AS-Afghanistan dan membantu memastikan keamanan, demokrasi, dan kemakmuran jangka panjang Afghanistan.”  Selain itu, perjanjian tersebut menyerukan Washington untuk “membantu mengatur, melatih, melengkapi, dan mempertahankan pasukan keamanan Afghanistan saat Afghanistan mengembangkan kapasitas untuk melakukan tanggung jawab ini,” dan untuk terus membangun kembali ekonomi dan demokrasi politik negara itu.

Hamid Karzai- George Bush

Kekerasan tak pernah berhenti sejak masuknya pasukan koalisi dan pergantian pemerintahan. jumlah serangan bunuh diri meningkat lima kali lipat dari 27 pada 2005 menjadi 139 pada 2006, sementara ledakan bom dari jarak jauh lebih dari dua kali lipat, menjadi 1.677.

Pada KTT NATO di Riga, perpecahan mulai muncul di antara negara-negara anggota yang membantu pengiriman pasukan ke Afghanistan. Target NATO menjadikan tahun 2008 bagi Tentara Nasional Afghanistan untuk mulai mengambil kendali keamanan tidak terjadi.

Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengkritik negara-negara NATO tak tidak mengirim lebih banyak tentaranya karena tidak mau mengambil resiko.

“Kemajuan kami di Afghanistan nyata tetapi rapuh,” kata Gates. “Saat ini, banyak sekutu tidak mau berbagi risiko, berkomitmen sumber daya, dan menindaklanjuti komitmen kolektif untuk misi ini dan satu sama lain. Akibatnya, kami berisiko membiarkan apa yang telah dicapai di Afghanistan lolos begitu saja.”

Misionaris dan ‘Skandal Alkitab Bagram’

Pada 19 Juli 2007, 23 misionaris Korea Selatan ditangkap dan disandera oleh anggota Taliban saat melewati Provinsi Ghazni. Dua sandera laki-laki dieksekusi sebelum kesepakatan dicapai antara Taliban dan pemerintah Korea Selatan.

Kelompok misionaris Kristen itu terdiri dari enam belas wanita dan tujuh pria, ditangkap saat bepergian dari Kandahar ke Kabul dengan bus dalam misi yang disponsori oleh Gereja Presbiterian Saemmul. Dari 23 sandera yang ditangkap, dua pria, Bae Hyeong-gyu, seorang pendeta Korea Selatan berusia 42 tahun dari Gereja Saemmul, dan Shim Seong-min, seorang pria Korea Selatan berusia 29 tahun, dieksekusi pada tanggal 25 dan 30 Juli.

Kim Gyeong-ja (kiri) dan Kim Ji-na, dibebaskan Taliban, tiba di Bandara Inchon dengan penerbangan Asiana Airlines pada 17 Agustus 2007 (Donga)

Kemudian, dengan kemajuan negosiasi, dua wanita, Kim Gyeong-ja dan Kim Ji-na, dibebaskan pada 13 Agustus. Sementara 19 sandera sisanya pada 29 dan 30 Agustus.

Jumlah mualaf menjadi Kristen meningkat seiring dengan meningkatnya kehadiran AS setelah jatuhnya Taliban pada tahun 2001.  Pada 5 Agustus 2001, 24 pekerja LSM Shelter Now International ditangkap milisi Taliban, namun akhirnya dibebaskan setelah misi penyelamatan pada November 2001.

Pada Januari 2004, Afghanistan mengadopsi konstitusi baru yang memberikan kebebasan kelompok agama non-Muslim untuk menjalankan keyakinan mereka dan menyatakan bahwa negara akan mematuhi Piagam PBB, perjanjian internasional, konvensi internasional dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Pada bulan Mei 2009,  kelompok-kelompok Kristen mulai menerbitkan Alkitab dalam bahasa lokal.  Pada bulan Mei 2009, diumumkan bahwa kelompok-kelompok Kristen telah menerbitkan Alkitab dalam bahasa Pashto dan Dari, yang banyak dituduh telah mengubah agama orang Afghanistan dari Islam menjadi Kristen.

Program Alkitab Bagram adalah skandal yang terjadi di Pangkalan Udara Bagram, di Afghanistan. Namun otoritas militer Amerika membantah bahwa distribusi Alkitab bukanlah kebijakan resmi.

Menurut CNN, para perwira militer mempertimbangkan untuk mengirim Alkitab kembali ke gereja, katanya, tetapi mereka khawatir gereja akan berbalik dan mengirimnya ke organisasi lain di Afghanistan — memberi kesan bahwa itu telah didistribusikan oleh pemerintah AS.

Namun cerita tak berhenti di sini. Sebuah cuplikan dari layanan keagamaan untuk militer AS menunjukkan tentara didorong untuk mengajak orang masuk pindah agamaa. Pihak berwenang Amerika mengklaim rekaman dari sebuah kebaktian terjadi setahun sebelum siarannya, dan telah diambil di luar konteks.

Pada bulan Juni 2010, Noorin TV, sebuah stasiun televisi kecil Afghanistan, menunjukkan rekaman orang-orang yang dikatakan sedang membaca doa-doa Kristen dalam bahasa Dari dan dibaptis. Stasiun televisi itu mengatakan orang-orang itu adalah orang Afghanistan yang telah masuk Kristen.

Dua lembaga kemanusiaan, Norwegian Church Aid dan Church World Service Amerika Serikat, dihentikan setelah dilaporkan dalam laporan ini bahwa mereka telah memurtadkan Muslim Afghanistan menjadi Kristen. Laporan tersebut memicu protes anti-Kristen di Kabul dan di Mazar-e Sharif

Republik Islam Afghanistan tidak mengakui warga Afghanistan sebagai Kristen, kecuali banyak ekspatriat (meskipun, Rula Ghani, Ibu Negara negara itu sejak 2014, adalah seorang Kristen Maronit dari Lebanon. Sebagian besar penganut Kristen tinggal di daerah perkotaan, selama kekuasaan Taliban pemeluk Kristen sangat minim.  Sebagian orang yang pindah agama ke Kristen memilih melarikan diri dari Afghanistan (kebanyakan ke India) sekitar tahun 2005, karena takut identitas mereka akan diketahui publik.

Perjanjian Damai

Sejak AS menginvasi Afghanistan pada 11 September 2001, puluhan ribu korban berjatuhan di pihak tentara koalisi.  Menurut BBC, AS dan negara-negara sekutu NATO – termasuk Inggris – telah menghabiskan sebagian besar dalam 20 tahun terakhir untuk program pelatihan dan memperlengkapi pasukan keamanan Afghanistan.

Sudah tak terhitung para jenderal Amerika dan Inggris mengeklaim telah membentuk tentara Afghanistan yang lebih kuat dan cakap. Namun, janji-janji itu terlihat seperti omong kosong pada hari-hari ini, kata BBC.

Kerugian ditaksir mencapai 2 triliun dollar AS (sekitar Rp28,6 kuadriliun) di kubu AS, demikian data yang diungkap The Washington Post.  Pada Januari 2017, Taliban mengirim surat terbuka kepada Donald Trump, yang pada saat itu baru terpilih menjadi presiden AS –  memintanya untuk menarik pasukan AS dari Afghanistan.

Antara 2017 hingga 2019, sempat ada upaya pembicaraan damai antara AS dan Taliban yang tidak pernah berujung menjadi kesepakatan.

Pada Januari 2020,  Amerika dan Taliban menandatangani perjanjian damai pada di Doha, Qatar, menandai berakhirnya invasi militer AS di Afghanistan selama 18 tahun lebih.

Salah satu isi perjanjian AS akan menarik semua personil militernya dari Afghanistan secara bertahap dalam 14 bulan.  Selama 135 hari pertama (4,5 bulan), AS menarik mundur pasukannya dan menyisakan 8.600 personel di Afghanistan.

Jumlah ini termasuk sekutu dan pasukan koalisi. Baik AS, sekutu, dan koalisi akan menarik mundur pasukannya dari lima basis militer.

Permbicaraan perjanjian damai di Qatar, 2020

Kemudian di 9,5 bulan sisanya, pihak AS, sekutu, dan koalisi menyelesaikan penarikan mundur semua pasukannya, dari basis-basis militer yang tersisa.  Di sisi lain, AS  juga harus membebaskan ribuan tawanan Taliban.

Sementara di pihak Taliban akan mengirim pesan ke semua pihak yang mengancam keamanan AS, dan menekankan anggota-anggotanya agar tidak bekerja sama dengan siapa pun yang mengancam keamanan AS beserta sekutunya.

Taliban juga tidak akan membiarkan terjadi perekrutan, pelatihan, dan penggalangan dana, juga tidak akan memfasilitasi hal-hal tersebut sesuai dengan perjanjian damai yang telah terjalin.

Taliban juga akan memberikan suaka atau tempat tinggal di Afghanistan sesuai hukum migrasi internasional, sehingga orang-orang tersebut tidak menjadi ancaman keamanan AS serta sekutunya. Kepada mereka yang mengancam keamanan AS serta sekutunya, Taliban juga tidak akan memberi visa, paspor, dan izin perjalanan untuk memasuki Afghanistan.

Awalnya AS berjanji menarik semua pasukannya dari Afghanistan dengan tempo 11 September 2021,  secara bertahap mulai Mei. Saat itu, 50 dari 370 distrik di Afghanistan telah jatuh di tangan Taliban.

Rupanya penarikan pasukan asing maju dari jadwal. Pada awal Juni ini, lebih dari 50 persen tentara AS yang ada di Afghanistan telah dipulangkan.

Pada awal Juli, Kementerian Pertahanan AS mengumumkan, progres penarikan pasukannya dari Afghanistan mencapai 90 persen. Sisanya, 10 persen pasukan AS yang ada di Afghanistan, akan dipulangkan pada akhir Agustus alias beberapa hari sebelum tenggat penarikan yakni pada 11 September.

Penarikan pasukan AS yang berlangsung senyap tanpa pengumuman jauh-jauh hari sebelumnya. Setelah mayoritas pasukan asing hengkang, Taliban yang telah terlatih 20 tahun menghadapi pasukan asing secara cepat menduduki sejumlah wilayah di Afghanistan.

Dimulai daerah-daerah pedesaan, kelompok ini kemudian merebut wilayah lebih luas dan penting.  Pada akhir Juli, Taliban telah menguasai hingga setengah dari seluruh wilayah.

Pada 7 Agustus, Taliban telah merebut ibu kota provinsi pertama mereka, Zaranj di Provinsi Nimroz.  Dalam lima hari, kelompok gerilyawan tersebut berhasil mengontrol delapan ibu kota provinsi hanya.

Sejak kejatuhan ibu kota provinsi pertama ke tangan Taliban, ibu kota-ibu kota lain bertumbangan. Meski AS membantu dana dan pesawatnya, rupanya gerakan Taliban makin tidak bisa dihentikan.

 

16 Agustus, Kabul telah jatuh di tangan Taliban. Peristiwa sangat cepat ini terjadi hanya dalam tempo kurang dari sepekan, di mana gerakan ini berhasil menduduki banyak ibu kota provinsi di Afghanistan.

AS langsung mengevakuasi para diplomatnya dari kedutaan besar dengan helikopter setelah tahu Kabul sudah jatuh. Sementara Presiden Ashraf Ghani Ahmadzai atau lebih dikenal dengan sapaan Ashraf Ghani langsung kabur ke Tajikistan.

Hari itu juga, Taliban Masuki Kabul dari semua  dan mendeklarasikan bahwa perang di Afghanistan telah berakhir. Masuknya Taliban ke Kabul menandai kembali berkuasanya kelompok tersebut setelah digulingkan invasi pasukan koalisi pimpinan AS pada 2001.

Selama dua dekade perang, kelompok itu sekarang dianggap jauh lebih kuat sejak mereka digulingkan pada tahun 2001, dengan memiliki sekitar 85.000 pejuang penuh waktu, menurut perkiraan NATO baru-baru ini. Bagaimana nasib Taliban dan Afghanistan ke depan, kita tunggu perkembangannya.*

Sumber : Hidayatullah.com
Editor : Admin GemaDakwah.

 

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

Lebih baru Lebih lama