Mahasiswa dan Kemajuan Teknologi Informasi

GemaDakwah - Kata maha seringkali dijumpai dalam frasa yang menyatakan amat, sangat, atau teramat, biasanya dipakai dalam frasa milik Tuhan atau Raja, seperti maharaja, mahaagung, dan lain-lain. Namun ternyata kata maha digunakan juga untuk membentuk sebuah frasa mahasiswa. Tentu hal ini mengartikan bahwa mahasiswa adalah makhluk istimewa dikarenakan menyandang sebuah kata yang hanya digunakan untuk membentuk frasa milik Tuhan dan Raja.

Mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, dimana perguruan tinggi adalah tempat menempuh pendidikan terakhir setelah lulus sekolah menengah atas. Metamorfosis seorang siswa menjadi mahasiswa memiliki konsekuensi logis atas besaran tanggung jawab pribadinya, tidak hanya atas dirinya sendiri namun sebuah peran yang harus dijalankan seseorang yang berada pada strata intelektual masyarakat negara, yaitu tanggung jawab untuk memajukan bangsa. Atau seringkali kita mendengar istilah agent of change. Sekiranya itulah harapan yang selalu hadir dan disematkan rakyat kepada mahasiswa.

Potret kebanyakan mahasiswa kini mempertontonkan sebuah generasi mahasiswa yang terbuai oleh masa muda dan jauh dari value seorang mahasiswa. Hal ini dipengaruhi berbagai kemudahan yang ada saat ini, salah satunya kemajuan teknologi informasi. Sehingga mendukung terbentuknya karakter mahasiswa yang individualis+pendek pikiran= manja.

Maraknya jejaring sosial membuat mahasiswa lebih memilih nongkrong di dunia maya dibanding mengikuti acara kemahasiswaan dan sosial kemasyarakatan. Kongko-kongko di grup Facebook lebih riuh dan nonstop setiap waktu. Padahal sejatinya kepekaan sosial akan terbentuk ketika kita berbaur dengan realitas sosial yang ada. Proses yang tidak akan didapatkan ketika hanya bergaul di dunia maya yang hanya bersilat lidah dengan bahasa kata tanpa rasa. Jangan aneh bila kita melihat mahasiswa yang pura-pura tidur di saat ada ibu sedang berdiri dalam Bus kota.

Selain itu buaian dunia maya sungguh erat lekat di hati mahasiswa kini, perpustakaan menjadi sepi karena Google search engine lebih laris manis, alhasil tereliminasilah keinginan untuk mencari buku. Bagaimana mau mencintai buku dan gemar membaca, mencarinya pun enggan. Sehingga manfaat yang didapat dari kebiasaan membaca buku pun raib. Tentu saja hal ini yang menyebabkan mahasiswa kini pendek pikirannya. Menginginkan hal instan tanpa mau berusaha lebih keras, prinsip yang penting selesai saat ini sudah melegakan bagi mereka.

Perilaku ini menumbuhkan kultur akut dalam lingkup pribadi yang disebut manja. Sifat manja yang terbentuk ini adalah hegemoni non fisik penjajahan intelektual, warisan kolonial yang akan terus menjalar dan menginjeksi moral mahasiswa. Alih-alih ingin melakukan pemanfaatan inovasi zaman malah terhanyut dalam kungkungannya. Bagaimana nasib negara yang sedang karut marut ini tanpa kontrol sosial mahasiswa? Apa mereka akan berdalih telah sedang melakukan kontrol sosial lewat dunia maya?

Pantas kiranya bila kini akronim mahasiswa adalah masih harus jadi siswa karena mereka belum siap memikul tanggung jawab diatas tantangan modernitas. Era modernitas dalam hal ini kemajuan teknologi informasi membuka peluang model perjuangan mahasiswa yang baru, mengamininya bukan berarti menggunakan tanpa pengelolaan tepat guna.


Eko Wardaya


Pengurus Daerah KAMMI Bogor

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

أحدث أقدم