Ketika Jujur Telah Menjadi Barang Langka

Ilustrasi – KPK Berani Jujur, Hebat (inet)
Tarqiyah : Pernah dalam suatu riwayat menjelaskan ketika ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah tentang bagaimana dia harus bertobat dari segala bentuk maksiat yang dilakukannya,  Rasulullah hanya meminta satu hal kepada orang yang bertanya itu, berlakulah jujur setiap hari agar terbebas dari segala maksiat yang gemar dilakukan. Kenapa harus jujur? Ya, karena jujur bisa mencegah orang untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak patut lagi. Sebab, apabila ditanya apakah hari ini kamu mencuri? Maka jawaban yang jujur jika dia tidak mencuri akan mampu mencegahnya dari perbuatan mencuri. Menarik bukan? Inilah kenapa jujur menjadi cahaya dan pengokoh orang-orang beriman serta akhlaknya para pengikut Rasul.
Persis 1400 tahun yang lalu, ajaran harmonis tentang jujur ini telah rasul tanamkan di bumi Allah Swt. Akarnya menancap kokoh pada pribadi-pribadi manusia, batangnya menjulang gagah pada perkataan-perkataan manusia, dan daunnya melindungi utuh di setiap tindak-tanduk manusia. Indah, bukan?
Namun ternyata, pergantian zaman, pertukaran waktu membuat kekokohan itu terkikis perlahan. Era modernisasi yang menghantarkan kecanggihan membuat jujur seperti alat tukar yang bisa diperjualbelikan dengan sembarangan saja. Tidak lagi menjiwai, tidak lagi mendasari.
Banyak peristiwa di sekitar kita yang telah dipoles sedemikain rupa hingga terlihat bagus dan elok. Padahal aslinya, tidak seperti itu. contoh kecil saja, berdasarkan pengalaman saya.
Di suatu mata kuliah, tanpa dosen yang menghadiri kelas, kami diperintahkan untuk melakukan diskusi dengan nilai diskusi untuk kelompok yang tampil diberikan berdasarkan persepsi kelompok pengamat. Diskusi berlangsung sedikit kacau, kelompok penyaji terlihat tidak siap dengan bahan mereka, dan menyampaikan materi secara  asal-asalan saja. Sampai akhirnya pada tahap penilaian semua pengamat memberi nilai kepada penanggungjawab  mata kuliah itu yang juga mahasiswa. Ketika saya sebagai pengamat menyerahkan kertas nilai saya, penanggung jawab mata kuliah memanggil saya dan menyuruh saya menukar nilai. Katanya itu terlalu rendah. Katanya, saya tega memberi nilai seperti itu pada teman sendiri.
Saya hanya terdiam, dia menyuruh saya mengganti nilai dengan yang lebih tinggi. Padahal perjanjian awalnya memberikan nilai sesuai dengan pemahaman materi yang dijabarkan. Saya hanya terdiam dan menatapnya lekat-lekat, lalu berkata dalam hati apakah ini calon-calon intelektual yang akan memegang tampuk kekuasaan negeri? Jujur pun sudah tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang bernilai.
Lalu, jangan tanya kenapa hingga saat ini korupsi masih saja menjamur, pencucian uang terus saja terjadi. Bagaimana tidak? Calon-calon pemimpin pun telah cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur tentang kejujuran.
 Wallahu A‘lam.

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

أحدث أقدم