GemaDakwah : Ketika perang Badar berkecamuk, seorang
sahabat bernama Auf bin Al Harits bertanya kepada Rasulullah. “Wahai
Rasulullah, amal apa yang membuat Allah tersenyum kepada hambaNya?”
Inilah sahabat Nabi. Orientasi hidupnya
selalu dan selalu mencari keridhaan Allah. Di saat lapang maupun di saat
perang. Bahkan, sahabat seperti Auf bin Al Harits radhiyallahu ‘anhu
ini tidak hanya mencari ridha Allah, namun mencari keridhaan yang
istimewa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika seorang hamba maju ke medan
perang tanpa mengenakan baju besi.”
Para sahabat Nabi, mereka adalah orang
yang bertanya untuk beramal. Sami’na wa atha’na. Tidak seperti Bani
Israel yang suka bertanya untuk menguji dan mencobai nabinya, atau
bertanya untuk sekedar berwacana. Sahabat Rasulullah berprinsip bahwa
wahyu yang turun kepada mereka atau jawaban Rasulullah atas pertanyaan
mereka adalah instruksi. Laksana instruksi panglima yang segera ditaati.
Maka mendengar jawaban itu, seketika Auf
bin Al Harits melepas baju besinya dan melemparkannya ke tanah. Lantas
ia maju menyerbu musuh. Berperang dengan penuh keberanian hingga mati
sebagai syahid fi sabilillah.
***
Kita mungkin tidak bisa melakukan
seperti apa yang dilakukan Auf bin Al Harits; maju ke medan jihad tanpa
memakai baju besi. Tetapi semangat Auf bin Al Harits bisa kita ikuti.
Bahwa mulai detik ini, orientasi hidup kita adalah mencari keridhaan
Allah. Target besar kita adalah mendapatkan ridhaNya. Kalau bisa,
keridhaan yang istimewa dariNya; ketika Allah Azza wa Jalla tersenyum
dengan amal kita.
Memang waktu itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam hanya menyebut satu amal yang membuat Allah tersenyum
kepada hambaNya; maju ke medan perang tanpa baju besi. Namun dalam
hadits yang lain, Rasulullah juga banyak menyebut amal-amal istimewa,
amal-amal yang paling utama. Ada ash shalatu ‘ala waqtiha, shalat tepat waktu di awal waktu. Ada birrul walidain. Ada jihad fi sabilillah.
Ketika menjelaskan tentang jihad, Ibnu
Qayyim tidak hanya membatasi dengan jihad qital atau perang. Pun Yusuf
Qardhawi dalam Fiqih Jihad secara panjang lebar menjelaskan macam-macam
jihad. Maka beliaupun menerangkan jihad memberantas kezaliman dan
kemungkaran di tengah-tengah masyarakat dalam satu bab tersendiri, dan
menjelaskan jihad masyarakat sipil dalam bab tersendiri. Agaknya, dalam
konteks ke-kini-an dan ke-di sini-an, dua jenis jihad inilah yang
terbuka lebar untuk kita. Kita berupaya seoptimal mungkin untuk terlibat
dalam jihad memberantas kezaliman dan kemungkaran. Kita terlibat aktif
dalam jihad madani sesuai kapasitas yang kita miliki. Maka siapapun kita
dan apa pun profesi kita, terbuka peluang jihad di sana. Siapapun kita
dan apa pun profesi kita, ada medan dakwah di sana. Siapapun kita dan
apa pun profesi kita, kita berkesempatan meraih ridhaNya. [Muchlisin BK]
Wallahu A‘lam.
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com