Menggali 4 istilah pemahaman Abdul A’ al-Maududi ( Muqaddimah)



GemaDakwah :

اَلإلَهُ ، الرَّبُّ ، اَلْعِبَادَةُ ، اَلْدِّينُ

al-Ilah, ar-Rabb, al- ‘Ibadah, ad-Din

Keempat kata tersebut, adalah empat istilah pokok dalam al-Quran dan merupakan titik-tolak dan tujuan sekaligus. Maka titik-tolak atau dasar dan tujuan al-Quran yang utama itu ialah:

  • Bahawasanya Allah s.w.t., adalah Ilah satu-satunya, yakni Tuhan yang Maha Esa.
  • Bahwasanya Allah s.w.t., adalah satu-satunya Rabbul alamin, yakni, Pemilik dan Penguasa utama seluruh semesta dan segenap penghuninya. Dia tidak beranak dan tidak diberanakkan.
  • Bahwasanya, tiada yang menjadi sekutu Allah, baik dalam Uluhiyah, maupun Rububiyah (Dalam Ketuhanan maupun KekuasaanNya) itu.
  • Bahwasanya, tidak ada Ilah (Tuhan) maupun Rabb (Penguasa) selain Dia (Allah s.w.t.).

Dengan demikian, maka sayogyanyalah orang menerima Allah itu sebagai satu-satunya Tuhan dan Penguasanya sekaligus. Yakni menolak dan menentang ketuhanan maupun kekuasaan pihak lain. Hendaknya ia selalu berpihak kepada Allah sebagai Tuhan. Dan tunduk serta patuh padaNya sebagai Rabb, Pemilik dan Penguasa utamanya. Hendaknya ia menjunjung tiang agama Allah, yaitu norma-norma alamiah dan insaniah yang merupakan ketentuan-ketentuan Allah yang sejak dahulu berlaku di alam ini, baik di bumi mahupun di udara atau langit. Di dalam Kitab Suci al-Quran Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ (25)

1. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. Q.21 :25.

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (31)

2. Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.. Q.9:31.

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (92)

3. Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Q.21 :92.

قُلْ أَغَيْرَ اللّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (164)

4. Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.” Q.6:164.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)

5. Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”. Q.18:110.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (36)

6. Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). Q.16 :36.

أَفَغَيْرَ دِينِ اللّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

7. Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?. Q.3:83.

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ

8. Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.. Q.39:1 1.

وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ

9. Sesungguhnya Allah itu Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” Q.3:51.

Ayat-ayat tersebut di atas serta maksudnya masing-masing, sebagai contoh yang ala-kadar. Apabila anda dengan saksama membaca al-Quran itu akan terbayanglah oleh anda, bahwa seluruh isi al-Quran itu merupakan bimbingan dan petunjuk pada keempat istilah itu melulu. Iaitu:

(1) Bahwa Allah, adalah Rabbul-alamin (Pemilik dan Penguasa atas segala sesuatu) dan Ilah (Tuhan/Pelindung).

(2) Bahwasanya, tiada Tuhan, atau Ilah dan Rabbul-alamin, selain Allah s.w.t.

(3) Bahwasanya, segala kegiatan dan ketaatan sayugianya diperuntukkan Allah (yakni disesuaikan dengan ketentuanNya).

(4) Dan hanyalah Allah semata yang membuat Din (agama/ tatacara hidup).

Jelaslah sudah, bahwa barangsiapa ingin memperdalam pengetahuan dan fahamnya tentang isi al-Quran itu, hendaknya lebih dahulu faham benar arti dan maksud keempat istilah tersebut. Dan barangsiapa belum faham akan difinisi al-llah, ar-Rabb, al-lbadah dan ad-din itu, maka dia akan menganggap al-Quran itu sebagai buku cerita dari manusia zaman dahulu. Karenanya, sulit baginya untuk melaksanakan Dinul-Lah (agama Allah) itu. Mustahil baginya menjunjung tinggi Kalimatullah. Ini semua, disebabkan kekaburan pemahamannya, kerapuhan aqidah dan imannya, kendatipun dia percaya terhadap Allah dan Rasul-rasulNya, percaya terhadap para Malaikat dan kitab-kitab suciNya, percaya terhadap hari kiamat dan terhadap Qadha dan QadarNya. Selain itu, dia pun tidak meninggalkan solat lima waktu setiap hari dan rukun-rukun Islam yang lain, serta tidak lupa selalu berzikir, bertasbih, bertahmid dan bertakbir. Akan tetapi, kerana kabur pandangannya tentang tauhid, maka tanpa disadari dia memperbanyak tuhan, memperbanyak ilah dan rabb dalam kelakuannya sehari-hari. Ia terumbang-ambing oleh situasi dan terkendalikan oleh hawa nafsu dan emosi, serakah, dengki dan lain-lain sikap yang tak terpuji. Tanpa sadar, bahwa dia telah melanggar batas-batas tauhid dan terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan. Dan alangkah marah meradangnya, sekiranya anda tegur, bahwa dia telah keluar dari Islam, yakni murtad. Keluar dari Dinullah, atau dari Kalimatullah karena telah mempersekutukan Allah, memperbanyak tuhan sebagai sekutu-sekutu Allah dalam Uluhiyah dan RububiyahNya itu. Semua itu disebabkan kekaburannya memahami arti atau maksud dari kata Ilah dan Rabb itu sebagaimana mestinya.

Orang-orang Arab sebelum Islam dan sewaktu Islam mulai datang, semuanya mengerti kedua istilah itu, yaitu al-Ilah dan ar-Rabb. Kedua patah kata atau kedua istilah tersebut, mereka pergunakan dalam percakapan sehari-hari dan pandai juga mempergunakannya. Kiranya untuk siapa diberikan. Apabila di katakan kepada mereka, bahwa bukan Ilah dan bukan Rabb, bukan tuhan dan bukan penguasa selain Allah, serta tiada barang satu pun atau seorang  pun bersekutu dengan Dia, baik dalam Uluhiyah (Ketuhanan) maupun dalam Rububiyah (kekuasaan atau wewenang)Nya, maka fahamilah mereka bahwa kedua istilah tersebut adalah sebagai dua gelar atau kedudukan yang dikhususkan untuk Allah s.w.t. Tidak boleh digelarkan ke pada siapapun. Dengan demikian, bukanlah Tuhan dan bukan jugalah Penguasa dan pemilik utama yang harus ditaati ketentuan-ketentuan dan perintahnya, selain Allah Rabul-alamin itu. Maka yang beriman dan yang kufur atau menentang pernyataan ini, berdasarkan pemahaman dan pengertian sebagimana mestinya. Begitupun terhadap kedua patah kata, iaitu il-Ibadah dan ad-Din yang tidak asing bagi orang Arab zaman dahulu itu.

Mereka tahu apa arti ‘abdun itu dan apa yang harus dilakukan olehnya. Apa arti ‘ibadah dan apa latar-belakangnya serta gerangan apa yang tersimbol dalam kedua patah kata atau istilah tadi. Kerananya, mereka tidak akan salah faham kalau diperintah untuk beribadah kepada Allah dan mengenepikan si taghut. Dalam pada itu, mereka harus meninggalkan cara hidup mereka dan menunggu cara hidup baru yang akan diserukan kemudian.

Kemudian zaman berganti, dan generasi-generasi pun berganti sekali, dengan demikian kefahaman tentang keempat istilah dalam al-Quran itu, berubah. Arti atau maksud yang sedemikian luas dan gambelang menurut bahasa Arab yang sesungguhnya, berubah menjadi sempit dan kabur. Arti yang terkenal oleh bangsa Arab pada masa wahyu Ilahi itu bergema, lambat-laun berubah, terisulir dan terbatas dengan berbagai-bagai dalih dan tafsir yang kabur. Ini disebahkan dua faktor:

  • Ketidak-murninya bahasa Arab dan keringnya sumber kreasi di kalangan muslimin sendiri sejak beberapa abad.
  • Generasi-generasi yang menerima waris Islam, tidak diwarisi pengertian tentang keempat istilah itu, sebagaimana dimengerti oleh nenek-moyang mereka, kaum jahiliah yang begitu luas pengertian mereka tentang bahasa Arab itu.

Karena dua faktor itulah, maka ahli bahasa Arab dan ahli Agama Islam menafsirkan kebanyakan kata-kata dalam al-Quran menurut pemahaman kaum mutaakhir, tidak menurut kefpemahaman kaum jahiliah yang luas dan murni itu. Sebagai contoh:

  • Kata al-llah, disenyawakan dengan kata patung-patung berhala dan sebagainya.
  • Kata ar-Rahb. disenyawakan dengan kata pemelihara, pendidik dan sebagainya.
  • Kata ad- Din, disenyawakan dengan kata religion.
  • Taghut, disenyawakan dengan syaitan atau berhala.

Penafsiran dan pengertian tersebut, menyulitkan orang mencapai tujuan dan maksud al-Quran yang sebenarnya. Apabila al-Quran melarang mempertuhankan selain Allah, maka yang ditinggalkan hanyalah patung-patung berhala. Dengan demikian yakinlah mereka telah mentaati larangan al-Quran itu. Padahal mereka masih mempertuhan lain-lainnya – kecuali patung-patung berhala dalam ertikata taghut yang luas itu.

Apabila diperingatkan al-Quran, bahwa Allah adalah ar-Rabb, disambut dengan pernyataan bahwa tidak pernah terlintas di benak kami untuk menganggap siapapun sebagai pemelihara dan penjamin keinginan kami selain Allah s.w.t, Dengan demikian menurut kefahaman mereka telah memenuhi tuntutan tauhid itu. Akan tetapi kenyataannya, banyak di antara mereka tunduk pada Rububiyah (Ketuhanan) yang lain bila ditinjau dari sudut yang lain daripada arti Pengasuh, Pemelihara dan Penjamin.

Apabila diseru al-Quran, “Sembahlah Allah dan tinggalkanlah taghut itu”, maka sambutan mereka ialah, kami tidak menyembah berhala, dan mengutuk si syaitan. Yang kami sembah hanyalah Allah dengan khusyu’. Dengan demikian mereka yakin telah melaksanakan seruan al-Quran tadi. Padahal mereka menggantungkan diri dan nasib pada banyak taghut yang tidak berbentuk batu atau kayu pahatan (berhala).

Begitu juga faham kebanyakan orang tentang adDin. Mereka mengaku sebagai muslim, menunaikan lima rukun Islam dan percaya terhadap keenam rukun Iman. Akan tetapi, apabila diteliti akan nyatalah bahawa kebanyakan mereka tidak mengikhlaskan diri untuk Allah dalam melaksanakan tuntutan Islam sebagai Dinullah yang luas ertinya itu.

Akibat Kesalahfahaman

Tak dapat disanggah lagi, bahwa kebanyakan isi al-Quran belum dimengerti sebagaimana mestinya oleh sebahagian besar golongan muslim sendiri, bahkan inti dan jiwa atau tujuan al-Quran itupun seakan-akan lenyap sama sekali dari benak mereka dan tiada bekasnya sedikitpun pada sebahagian besar para alim-ulama. Sebab, keempat Istilah yang akan dibahas dalam buku ini, boleh dikatakan terpendam di dalm lumpur kejahilan. Kerananya, keimanan dan amalan kaum muslim dewasa ini tidak dapat dinilai sebagaimana sepatutnya.

Mengingatkan hal ini, maka saya merasa sungguh berkewajiban menjelaskan erti Empat Istilah dalam al Quran itu supaya menjadi jelas dan gambelang ajaran dan maksud al-Quran itu.

Walaupun berkali-kali masalah tersebut saya jelaskan dalam majalah saya dengan segala upaya dan pemerasan otak, namun belum juga berhasil mengatasi kesalahfahaman itu. Sebab, kesalahfahaman tentang Empat Istilah dalam al-Quran itu, telah berakar mendalam pada fikiran manusia. Selain itu, saya rasakan juga, bahwa penjelasan-penjelasan saya itu, belum memuaskan diri saya dan belum juga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Islam sendiri. Apa yang saya jelaskan itu, dianggap sebagai buah fikiran, atau falsafah seperti falsafah-falsafah yang lain. Ini, disebabkan saya tidak sertai dengan ayat-ayat suci dari al-Quran, selain tidak bersandar pada kamus-kamus bahasa Arab.

Wajarlah pendapat dan pemahaman saya tidak diterima oleh orang yang tidak sependapat dengan saya. Maka itu, saya dapatkan bukti-bukti dari kamus-kamus Arab dan ayat-ayat suci dari al-Quran.

Dan kini bermula pembahasan saya tentang istilah “AL-ILAH”. kemudian “AR-RABB”, selanjutnya “AL-IBADAH” dan “AD DIN”. Wabillahittaufiq wal hidayah.

Abdul A’ al-Maududi

Sumber : dakwah.info 

Editor : Admin GemaDakwah.


 

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

Lebih baru Lebih lama