Strategi Dakwah
Masjid bukanlah satu-satunya tempat yang lebih tepat atau sesuai 
untuk menyampaikan dakwah kepada manusia. Karena kadang masjid menjadi 
ajang perseteruan antar kelompok dan madzhab. Sehingga kadang seseorang 
pembicara tidak memperhatikan apakah yang disampaikan diterima atau 
tidak, namun lebih pada mengedepankan afiliasinya kepada partai atau 
madzhab.
Dalam kondisi demikian, berbicara dan berdakwah di masjid tidak lebih efektif, (Al-Muadzakkirat;62).
Di samping itu kadang masjid hanya di isi oleh generasi tua, padahal 
seorang da’i ingin berkomunikasi dengan anak muda. Padahal anak muda 
banyak dijumpai di kedai kopi, (Abdul Halim;66).
Tidak benar jika ada orang yang menduga bahwa mereka yang berada di 
kedai kopi itu orang yang paling jauh dari kesiapan mendengarkan 
pesan-pesan kebaikan. Bahkan mereka lebih siap menerima pesan-pesan 
tersebut, (Al-Mudzakkirat;46)
وليس الداعية بالضرورة هو الإنسان الذي جمع قسماً 
وافياً من العلوم الشرعية حتى أصبح قادراً على الفتيا، بل كل إنسان فهم 
الدعوة وتحمس لها يمكن أن يكون داعية في محيطه، وإن كان لا يحسن أكثر من 
مبادئ القراءة والكتابة (1).
Seorang da’i tidak harus memiliki kafa’ah syar’iyyah sehingga mampu 
menjawab pertanyaan hukum atau memberi fatwa. Akan tetapi setiap manusia
 yang paham dakwah dan bersemangat berdakwah memungkinkan dirinya 
menjadi da’i di lingkungannya, meskipun ia belum baik dalam ketrampilan 
membaca dan menulis, (Abdul Halim;249-250).
Materi atau Konten Dakwah
تختلف المادة الدعوية التي يقدمها الأخ للناس باختلاف
 حالة المدعوين. فبالنسبة لجمهور المقاهي ومن في حكمهم، فإن الداعية يقدم 
له وعظاً عاماً: تذكيراً بالله واليوم الآخر، وترغيباً وترهيباً، فلا يعرض 
لتجريح أو تعنيف,
Konten dakwah yang disampaikan oleh al-akh kepada manusia 
berbeda-beda tergantung objek dakwah. Contoh konten dakwah di segmen 
kedai kopi dan semisalnya, maka seorang da’i menyampaikan konten 
dakwahnya berupa mauizhah umum; mengingatkan kepada Allah dan 
hari akhir, memotivasi dan memberi peringatan, jangan sampai terjebak 
pada menilai negatif atau memfonis.
Hendaknya ia berusaha untuk bisa memberi kesan yang mendalam, lewat 
pendekatan atau metode yang mudah, menarik dan membuat penasaran, kalau 
perlu diselingi bahasa pasaran,  dibumbui cerita, tamsil dan berusaha 
untuk tetap memberi kesan yang mendalam. Tetap berusaha untuk mengambil 
hati mereka karena dorongan kecintaan dan kerinduan terhadap apa yang ia
 ungkapkan.
Setelah itu, ia tidak berpanjang kalam yang membuat pendengar bosan. 
Bahkan cukup baginya untuk menyampaikan pesan atau kajian rentang waktu 
sepuluh menit, jika dibutuhkan panjang sedikit, maka cukuplah lima belas
 menit, dengan tetap memperhatikan pesan khusus yang ingin ia sampaikan 
dan tetap memperhatikan kesan di hati pendengar.
Jika seorang da’i menyampaikan ayat atau hadits hendaknya ia memilih 
dengan tepat, membacanya dengan khusyu’, menghindari penafsiran istilah 
dan komentar seni, cukup baginya menyampaikan makna secara umum dan 
menjelaskan inti sari yang dimaksud, (Al-Mudzakkirat;62)
وبالنسبة للعوام حديثي العهد بالتعبد، فعلى الداعية 
أن يسلك بهم مسلكاً عملياً بحتاً، فلا يعمد إلى العبارات يلقيها، أو 
الأحكام المجردة يرددها، بل إذا أراد تعليمهم الوضوء مثلاً عمد إلى أخذهم 
إلى الحنفيات تواً، فصفهم صفاً، ووقف فيهم موقف المرشد إلى الأعمال عملاً 
عملاً، حتى يتموا وضوءهم.
Jika objek dakwah orang awam yang baru belajar ibadah, maka seorang 
da’i hendaknya mengajarkan praktek ibadah yang dimaksud, tidak perlu 
memperpanjang penyampaian, atau mengulang-ulang hukumnya. Jika ia ingin 
mengajarkan mereka tata cara berwudhu misalkan, hendaknya ia mengajak 
mereka ke tempat wudhu, kemudian mempraktekkan tata cara wudhu di depan 
mereka dan meminta mereka menirukan satu persatu.
Jika ia ingin mengajarkan ibadah shalat, maka hendaknya ia 
menjelaskan gerakan shalat dan mempraktekkan di depan mereka, dengan 
disertai penyampaian fadhilah shalat dan bahaya meninggalkannya. Juga 
perlu meminta mereka untuk membaca surat Al-Fatihah dengan keras dan 
juga membenarkan hafalan surat pendek mereka, dengan menjauhi 
komentar-komentar yang tidak diperlukan, (Al-Mudzakkirat;63-64).
وبالنسبة لجمهور المسجد فليس الغرض من الحديث إليه 
إعطاءه دراسة معمقة في العلوم الإسلامية، فذلك مجاله غير هذا. وإنما القصد 
تعليم أصول الدين وقواعده، والعمل بأخلاقه وفضائله العامة وإرشاداته المجمع
 عليها، وتأدية الفرائض والسنن.
Jika menghadapi jamaah yang berada di masjid, maka target dari 
mengajari mereka bukan dalam bentuk kajian ilmu-ilmu Islam secara 
mendalam, ini tidak tepat. Yang efektif adalah mengajarkan mereka 
prinsip-prinsip agama, beramal dalam bentuk akhlak yang baik, 
melaksanakan fadhilahnya, mengarahkan sesuai pendapat yang sudah 
disepakati, menjalankan yang wajib dan yang sunnah.
فعلى الداعية أن يتجنب الخلافيات التي لا جدوى من البحث فيها (1). ويحسن به أثناء تدريسه عدم التضييق على رأي واحد إذا كان في الدين فسحة، بل يبين أقوال المجتهدين إذا كانت المسألة تحتمل وجوهاً عدة (2).
Seorang da’i hendaknya menjauhi khilafiyah yang tidak ada manfaat 
jika membahasnya, (Al-Mudzakkirat;64-66). Menyampaikan dengan pendekatan
 yang baik, yaitu dengan tidak mempersempit atau mempersulit dengan satu
 pendapat saja, padahal dalam beragama itu ada kelonggaran, mungkin juga
 mengutarakan pendapat para imam mujtahid jika permasalahan itu 
mengandung beberapa pendapat, (Al-Mudzakkirat;106-107).
Berbicara kepada manusia di masjid kadang tidak cukup menyampaikan 
pelajaran dan khutbah. Kadang jamaah menginginkan penyampaian fikrah 
atau penyikapan tertentu terkait suatu masalah, hal ini bisa disampaikan
 dengan singkat, tidak lebih dari dua menit, disampaikan setelah shalat 
Jum’at misalkan atau waktu yang lain, (Abdul Halim;91-92).
أما بالنسبة للمثقفين – والطلاب خاصة – فإن المادة 
التي يجب أن تقدم لهم هي رأي الجماعة في كل ما يجري على الساحة ويكون موضع 
اهتمام الناس، وسط آراء الهيئات والأحزاب المختلفة، ومقارعة الحجة بالحجة 
(4).
Jika objek dakwah dari kalangan intelektual dan mahasiswa, maka 
konten yang hendaknya disampaikan kepada mereka adalah pemikiran atau 
pendapat Jamaah seputar permasalahan aktual yang menjadi perhatian 
publik, di tengah pendapat lembaga atau partai yang beragam dan 
menyampaikannya dengan argumentasi yang kuat, (Abdul Halim;124-126).
ونشير في ختام هذه الفقرة إلى أنه على الأخ الداعية 
أن يدرس البيئة التي يتحرك فيها (5)، وأن يحسن تحضير الموضوع الذي ينبغي 
الحديث فيه (6).
Dalam penutup bab ini perlu kami sampaikan kepada al-akh, juru dakwah
 hendaknya mereka mengkaji lingkungan tempat ia bergerak di dalamnya, 
(Al-Mudzakkirat;61-62) sehingga ia mampu menyuguhkan tema yang tepat 
sesuai kebutuhan mereka, (Al-Mudzakkirat;46) bersambung…
 

إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com